LBH Pontianak : Penegakkan Hukum Terkait Karhutla, Mesti Perhatikan Kearifan Lokal


Pontianak, radar-kalbar.com-Kebakaran Hutan dan Lahan (karhutla) tidak hanya menjadi perhatian publik.

Namun, sempat menjadi perhatian dari Ir Jokowi Widodo selaku Presiden RI,  dengan mengeluarkn instruksi yang pada intinya akan mencopot pejabat yang tidak bisa mengatasi karhutla di wilayahnya.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pontianak, dalam rilis yang dikirim ke redaksi radar-kalbar.com, menuliskan meskipun ada instruksi demikian aparat penegak hukum tidak boleh semena-mena dalam menentukan dan menangkap seseorang yang diduga sebagai pelaku karhutla.Jangan-jangan ada orang bakar sampah atau bakar bongkahan kayu ddekat rumahny lalu ditangkap dengn tuduhah melanggr Undang-undang (UU) Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungah Hidup, seperti yang dialami oleh Sarijan seorang petani warga desa Limbung Kecamatam Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.

Sarijan hanya membakar bongkahan kayu yang jadi sarang ular didekat rumahnya lalu dtangkap oleh polisi dengan tuduhan telah membuka lahan dengan cara mmbakar dan diancam Pasal 69 ayat (1) UU 32 tahun 2009.

LBH Pontianak yang ditunjuk sebagai kuasa hukum menilai penangkapan terhadap pak Sarijan tersebut merupakan bentuk kriminalisasi dan bagian dari pelanggaran hak asasi seharusnya aparat penegak hukum harus extra hati-hati dalam menangkap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana karhutla sebgaimana diatur pasal 69 ayat 1 huruf h dalam uu 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungah Hidup.

Apakah pembakaran yang dilakukan bertujuan untuk membuka lahan?apakah lahan yang dibakar melebihi 2 hektar atau tidak?. Kalau tujuannya bukan untuk membuka lahan dan pembakarannya dibawah dari 2 hektar mereka harus dlindungi bukan malah dijeruji, ini amanah UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungah Hidup. Dijelaskan dalam pasal 69 ayat 2 UU PPLH meyebutkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf h memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing masing. Dalam penjelasan UU tersebut sudah jelas bahwa kearifan lokal yang dimaksud di dalam ketentuan tersebut adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.

Suparman, SH, MH selaku kuasa hukum menyayangkan tindakan pihak kepolisian yg menangkap Sarijan. Pihaknya menanyakan, tindak pidananya dimana, Sarijan hanya membakar bongkahan pohon, itupun tujuanya bukan untuk membuka lahan.

” Lantas bagaimana dengan perusahaan yg sudh disegel dan sudah ditetapkan tersangka apakah perlakuannyq sama terhadap petani tersebut yakni dtangkap juga?Hukum ini kok seolah-olah kejam kebawah dan diam keatas,” ungkapnya.

Suparman juga menyesalkan perlakuan pihak kepolisian yang tidak mengabulkan permohonan penangguhan penahanan yang diajukan oleh keluarganya, mengingat  Sarijan sudah berumur 58 tahun dan masih menjadi tulang punggung keluarga harusnya pihak kepolisian mempertimbangkan kondisi tersebut.

Sumber : Kepala Divisi Program, Riset dan Kampanye/Abdul Azis, SH.


Like it? Share with your friends!