Radar KalbarRadar Kalbar
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Lainnya
    • Hukum
    • Olah Raga
    • Gaya Hidup
    • Bisnis
    • Figur
    • Tekno
    • Entertainment
Radar KalbarRadar Kalbar
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
Pencarian
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Hukum
  • Olah Raga
  • Gaya Hidup
  • Bisnis
  • Figur
  • Tekno
  • Entertainment
Radar Kalbar > Indeks > Opini > Mengenal Khalid Basalamah yang Mengaku “Posisi Kami Ini Korban”
Opini

Mengenal Khalid Basalamah yang Mengaku “Posisi Kami Ini Korban”

Last updated: 16/09/2025 23:32
16/09/2025
Opini
Share

FOTO : Ilustrasi hanya pemanis tulisan [ AI ]

Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]

SETELAH Gus Yaqut yang seperti “ditelanjangi” KPK, sekarang giliran Khalid Basalamah.

Wajahnya semakin ramai menghiasi media. Penyebabnya, sama. Kuota haji. Mari kita kenalan dengan ustaz kharismatik ini sambil seruput kopi tanpa gula, wak!

Di negeri yang selalu ramai drama, tiba-tiba muncul episode baru, Ustaz Khalid Zeed Abdullah Basalamah. Lahir di Makassar pada 1 Mei 1975, keturunan Arab Hadramaut, sarjana Universitas Islam Madinah, magister Universitas Muslim Indonesia, doktor Universiti Tun Abdul Razak Malaysia.

Lengkap sudah, dari akademis, ulama, pengusaha, dan kini cameo di panggung KPK.

Ia dikenal sebagai pendakwah Salafi dengan ceramah yang mengupas kitab Bulughul Marām sampai Minhājul Muslim.

Ia juga pengusaha, Ajwad Resto Condet yang menghidangkan nasi kebuli syahdu, Ajwad Souvenir, Ajwad Gold, kayu gaharu, penerbitan buku Islam, dan tentu saja travel haji-umrah bernama Uhud Tour. Sungguh portofolio yang bisa membuat kapitalisme syariah tampak elegan.

Tapi semua elegan itu mendadak kocar-kacir ketika ia dipanggil KPK terkait dugaan jual beli kuota haji 2023–2024. Dari pengakuannya sendiri, ada uang USD 4.500 per jamaah untuk 118 jamaah plus USD 37.000.

Kalau dikalikan kurs, kira-kira Rp8,7 miliar. Angka fantastis, cukup untuk membangun laboratorium kampus atau membeli nasi Padang se-Pontianak setahun penuh.

Saat menyerahkan uang ke KPK, Khalid membuat pernyataan yang filosofis sekaligus dramatis, “Posisi kami ini korban.” Kalimat ini seketika jadi bahan diskusi publik. Korban apa? Korban sistem haji yang carut-marut? Korban birokrasi yang gelap? Atau korban kapitalisme ibadah? Bila Marx masih hidup, mungkin ia akan menulis jilid baru, Das Kapital: Edisi Kuota Haji.

Namun, hukum tetaplah hukum. KPK menegaskan, pengembalian uang bukan berarti perkara selesai. Uang akan ditelusuri asal-usulnya. Kalau terbukti bagian dari jual beli kuota, status saksi bisa naik kelas jadi tersangka.

Di sinilah filsafat korupsi menemukan absurditasnya. Dosa finansial tidak bisa dihapus dengan sedekah dadakan.

Drama Khalid makin menarik karena hidupnya memang penuh babak epik. Ibunya wafat ketika ia berusia empat tahun, ayahnya mendirikan pesantren Addaraen di Makassar, lalu ia tumbuh jadi ustaz besar dengan empat anak.

Pernah viral gara-gara menyebut wayang haram, bahkan pengajiannya sempat dibubarkan Banser. Kini, babak terbaru, uang jamaah haji masuk ke brankas KPK.

Bila ditarik ke filsafat yang lebih tinggi, apa artinya ibadah bila jalannya ditempuh dengan uang yang “nyasar”? Korupsi kuota haji bukan sekadar maling uang negara, tapi maling makna. Bayangkan, wak! Rukun Islam kelima dijadikan komoditas, pahala bisa dipatok harga, doa dijual dengan invoice dolar. Sungguh satire ilahiah.

Namun, di balik semua itu, publik tetap penasaran, apakah Khalid benar-benar “korban”, atau justru pemain utama dalam drama panjang kuota haji? Apakah ia akan keluar sebagai ulama yang salah langkah tapi insaf, atau jadi tokoh baru di daftar panjang “ustaz plus kasus”?

KPK tentu tak mau buru-buru. Mereka seperti dalang yang sabar menunggu wayang berkelahi dulu sebelum menancapkan klimaks. Sementara rakyat hanya bisa menonton sambil mengelus dada, “Ya Allah, ternyata menuju Tanah Suci tidak cukup dengan visa dan manasik, tapi juga perlu tiket bebas dari KPK.”

Maka, kisah Khalid Basalamah ini bukan hanya tentang uang, tapi tentang absurditas spiritualitas yang tergelincir di tikungan rupiah. Entah nanti ia akan tercatat sebagai “korban” atau “tersangka”, yang jelas, drama ini sudah masuk kitab besar satir Indonesia, Manasik Korupsi di Era Reformasi.

#camanewak

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
TAGGED:Ketua Satupena Kalimantan BaratKuota jemaah hajiRosadi Jamani
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link

Terpopuler Bulan Ini

“Riak” Dalam MI Ma’arif Labschool Sintang Berada di “Titik Didih” Akibat Kisruh Internal, Guru Ancam Mogok Ngajar

30/11/2025
Pertama Kali Terjadi, Kasus Pencurian Mobil Gemparkan Warga Pasir Wan Salim, Pemilik Lapor Polisi
30/11/2025
Nafsu Tak Terkendali, Adik Ipar Digagahi, Pria di Sekadau Kena Tangkap Polisi
15 jam lalu
PH Akan Launching Objek Wisata Suak Danau Bakong di Desa Pedalaman Tayan Hilir
15/12/2025
GNPK RI Kalbar Dukung LAKI Menyoal Terbitnya IMB PT BAI
10/12/2025

Berita Menarik Lainnya

Ternyata di Kemnaker Banyak Tikus Got Gorong-gorong yang Rakus Uang Haram

21/12/2025

Giliran Muhammadiyah Desak Pemerintah Tetapkan Status Bencana Nasional

21/12/2025

Sinergi Kopdes dan Dapur MBG: Membangun Kemandirian Ekonomi

16/12/2025

Prabowo Tetap Bersikukuh Tak Mau Status Bencana Nasional

16/12/2025

PT. DIMAS GENTA MEDIA
Kompleks Keraton Surya Negara, Jalan Pangeran Mas, No :1, Kel Ilir Kota, Sanggau, Kalbar

0812-5012-1216

Terkait

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi

Regional

  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang