Radar KalbarRadar Kalbar
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Lainnya
    • Hukum
    • Olah Raga
    • Gaya Hidup
    • Bisnis
    • Figur
    • Tekno
    • Entertainment
Radar KalbarRadar Kalbar
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
Pencarian
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Hukum
  • Olah Raga
  • Gaya Hidup
  • Bisnis
  • Figur
  • Tekno
  • Entertainment
Radar Kalbar > Indeks > Opini > Memahami Istilah Nepo Kids yang Memicu Demo Besar di Nepal
Opini

Memahami Istilah Nepo Kids yang Memicu Demo Besar di Nepal

Last updated: 7 jam lalu
21 jam lalu
Opini
Share

FOTO : ilustrasi dua orang Gen Z sedang menikmati kopi di salah satu cafe [ AI, foto hanya pemanis tulisan ]

Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satu Pena Kalimantan Barat ]

TULISAN ketiga saya soal runtuhnya rezim di Nepal oleh Gen Z. Sebelum demo berdarah itu, viral istilah Nepo Kids.

Ramai bertanya, “Ape bende tu, Bang?” tanya budak Pontianak sambil seruput kopi tanpa gula.

Istilah Nepo Kids kini sedang membakar emosi rakyat Nepal. Nepo Kids adalah singkatan sarkastis dari nepotism kids.

Maksudnya, anak-anak pejabat yang hidupnya penuh privilese dan fasilitas negara. Tetapi, pamer gaya hidup mewah di media sosial.

Mereka adalah generasi emas yang tidak pernah tahu rasanya lapar, tidak pernah mengerti arti antre beras murah, dan tidak pernah mengerti bagaimana pedihnya rakyat kecil yang setiap hari harus menimbang, beli beras atau bayar listrik.

Di Nepal, istilah ini menjadi pemicu revolusi jalanan. Rakyat sudah muak melihat anak pejabat nongkrong di restoran mewah. Mereka berpose di samping mobil sport, atau memamerkan jam tangan seharga gaji seumur hidup rakyat desa.

Padahal, negeri itu masih termasuk salah satu negara termiskin di Asia Selatan. Kesenjangan yang terlampau jauh antara realita rakyat dan glamornya para Nepo Kids membuat rakyat meledak. Demonstrasi pun berubah jadi tragedi, 22 orang tewas, lebih dari 100 luka-luka, dan gedung parlemen dibakar.

Tetapi mari jujur, apakah kita di negeri ini kebal dari sindrom Nepo Kids? Ah, justru di sinilah panggungnya. Anak-anak pejabat kita hidup dalam dunia paralel. Dunia di mana jalan menuju kekuasaan tidak pernah macet.

Mereka dilahirkan dengan karpet merah, langsung diarahkan ke kursi politik. Usia 25 tahun sudah jadi anggota DPR, usia 30 tahun sudah jadi ketua partai. Sementara rakyat biasa di usia segitu masih sibuk mengantre CPNS, melamar kerja, atau jualan online sekadar bertahan hidup.

Bedanya, di Nepal rakyat marah dan membakar gedung. Di negeri ini, rakyat justru bertepuk tangan sambil berkata, “Wih, keren banget anak muda bisa jadi wakil rakyat.” Padahal semua tahu, keren bukan karena prestasi, tapi karena marga keluarga. Inilah ironi demokrasi, jabatan politik diwariskan seperti perusahaan keluarga.

Nepo Kids tidak pernah tahu arti kesedihan rakyat. Mereka bicara soal inflasi di podium megah, padahal tidak pernah belanja sendiri di pasar. Mereka membuat janji soal “ekonomi rakyat,” padahal satu-satunya ekonomi yang mereka kenal adalah laporan saldo trust fund dari orang tua.

Mereka berbicara soal “perjuangan generasi muda,” padahal perjuangan paling keras yang mereka lakukan hanyalah memilih outfit mana yang cocok untuk konferensi pers.

Apakah ini salah anak-anaknya? Sebagian mungkin tidak. Tetapi salah sistem yang membiarkan kekuasaan jadi warisan. Salah kita semua yang diam, menikmati sinetron dinasti politik yang tayang setiap lima tahun. Semakin lama kita menonton, semakin tebal rasa muak itu.

Nepal memberi pelajaran besar. Rakyat yang lapar keadilan tidak akan selamanya diam. Kesenjangan yang dipelihara, privilese yang dipamerkan, dan kekuasaan yang diwariskan pada akhirnya hanya menyulut api.

Karena rakyat sederhana hanya ingin hidup layak, makan cukup, dan tidak harus setiap hari dihina dengan pameran mewah anak pejabat.

Mungkin tragedi di Nepal adalah alarm bagi kita. Kalau kita terus membiarkan Nepo Kids menguasai panggung, jangan kaget bila suatu hari rakyat di sini pun memilih membakar panggung itu.

Demokrasi bukanlah warisan keluarga. Demokrasi adalah rumah semua orang. Bila rumah itu terus dijadikan pesta pribadi anak pejabat, bersiaplah, rakyat suatu saat bisa memilih jadi tamu tak diundang yang merusak pestanya.

“Bang, itukan anak-anak pejabat di Nepal. Kalau di sini sepertinya tidak ada.”

“Benar, itu di Nepal. Di sini mah, anak-anak pejabat rata-rata anak soleh dan sholehah.”

#camanewak

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
TAGGED:DemontrasiGen ZNepal
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link

Terpopuler Bulan Ini

Keselamatan Diabaikan, Proyek Jembatan di Mempawah Renggut Nyawa Warga, APH Mesti Bertindak

23/08/2025
Putra Kencana Sambas Juara Bidar Se-Kalbar, Lomba Robo-Robo Mempawah Seru dan Penuh Gengsi
20/08/2025
KPMKB Surabaya Desak Penuntasan “Kasus” Warga Tewas Tertimpa Pohon di Proyek Jembatan Mempawah
04/09/2025
Tragedi Tongkang Sinar Kota Besi III di Dermaga PT STIM Tayan, Dua ABK Meregang Nyawa, Polisi Selidiki Penyebabnya
27/08/2025
Dari Persiwah ke Sambas, Jejak Abadi Ruslan M Saleh Kini Hanya Tinggal Kenangan, Ia Telah Berpulang Dipanggil sang Khalik
09/09/2025

Berita Menarik Lainnya

Raja Juli Selamat, Karding Tamat

11/09/2025

Hebat, Rahayu Saraswati Memilih Mundur Sendiri

10/09/2025

Indonesia Tinggalkan Ketuhanan, Lahirnya Negeri Oligarki dan Anarki

11/09/2025

Rakyat Tidak Menuntut Reshuffle Kabinet

09/09/2025

PT. DIMAS GENTA MEDIA
Kompleks Keraton Surya Negara, Jalan Pangeran Mas, No :1, Kel Ilir Kota, Sanggau, Kalbar

0812-5012-1216

Terkait

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi

Regional

  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang