Radar KalbarRadar Kalbar
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Lainnya
    • Hukum
    • Olah Raga
    • Gaya Hidup
    • Bisnis
    • Figur
    • Tekno
    • Entertainment
Radar KalbarRadar Kalbar
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
Pencarian
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Hukum
  • Olah Raga
  • Gaya Hidup
  • Bisnis
  • Figur
  • Tekno
  • Entertainment
Radar Kalbar > Indeks > Opini > Mengenal Muhammad Arif Nuryanta, Hakim Terpeleset Suap 60 Miliar
Opini

Mengenal Muhammad Arif Nuryanta, Hakim Terpeleset Suap 60 Miliar

Last updated: 13/04/2025 15:57
13/04/2025
Opini
Share

Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]

BANYAK sudah saya kenalkan koruptor elite di negeri ini. Saya pikir sudah tidak ada lagi. Eh, masih ada nongol. Namanya sangat keren berbau religius, Muhammad Arif Nuryanta.

Sambil menunggu makan siang, ikan sampedas, mari kita berkenalan lagi seorang bedebah, pengkhianat rakyat.

Di negeri yang korupsinya sudah mencapai level warisan budaya tak benda, kita kedatangan satu lagi tokoh besar. Bukan tokoh fiktif. Bukan juga aktor sinetron. Tapi manusia nyata bernama Muhammad Arif Nuryanta. Lahir di Kulonprogo, 7 Oktober 1971.

Beliau tidak hanya sekadar manusia biasa, ia adalah anak hukum surga yang pernah kita harapkan jadi penyelamat lembaga peradilan.

Perjalanan kariernya bisa bikin lulusan Harvard minder. Ia mulai sebagai calon hakim di PN Batang tahun 2001, lalu menapaki tangga-tangga suci keadilan: Tanah Grogot, Banjarbaru, Banjarnegara, Karawang. Lalu ia jadi Ketua PN Bangkinang (Google Maps butuh waktu cari tempat ini), Ketua PN Purwokerto, Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, sampai akhirnya naik ke tahta tertinggi: Ketua PN Jakarta Selatan pada 7 November 2024.

Oh betapa harum namamu, Pak Arif. Engkau bak Dewa Temis versi Kulonprogo, penegak keadilan yang tak tergoyahkan… hingga aroma fulus merasuk ke lubuk jubahmu.

Kejaksaan Agung menangkapnya pada Sabtu malam, 12 April 2025. Bukan karena terlambat sidang. Tapi karena dugaan suap Rp 60 miliar dalam kasus ekspor minyak sawit (CPO). Ya, enam puluh miliar. Bukan enam puluh ribu. Ini uang yang bisa beli satu planet kecil dan masih sisa buat traktir alien makan rendang.

Uang ini diduga diberikan untuk mengatur putusan lepas atas tiga korporasi raksasa: Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Sebelumnya jaksa menuntut uang pengganti jumbo. Tapi Arif, dalam kemurahan hatinya, justru membebaskan mereka. Barangkali karena hatinya lebih besar dari dompet rakyat.

Penangkapan ini hasil dari penyidikan berlapis. Bermula dari kasus korupsi lain di Surabaya, lalu menjalar seperti virus moral ke PN Jaksel. Pada 11 April malam, lima lokasi digeledah. Hasilnya, uang asing, dokumen, dan mungkin sisa air mata keadilan yang tercecer di sudut rak buku.

Tak hanya Arif yang ditangkap. Tiga lainnya ikut, seorang panitera muda PN Jakarta Utara dan dua pengacara. Komplotan elite yang seharusnya menegakkan hukum, tapi malah menjadikannya mainan monopoli.

Sekarang Arif mendekam di Rutan Salemba cabang Kejagung. Dulu duduk di kursi empuk ruang sidang. Sekarang, duduk di lantai sel sambil memikirkan nasib. Dulu menggenggam palu keadilan, sekarang mungkin menggenggam sandal jepit pinjaman. Ironi? Tidak. Ini karma dalam format full HD.

Arif bukan sekadar koruptor. Ia simbol kegagalan total sistem moral dalam peradilan. Ia adalah pahlawan yang membakar patungnya sendiri. Dari hakim agung jadi terdakwa memalukan. Dari penegak hukum jadi pelawak hitam yang membuat rakyat ingin muntah melihat berita.

Kami, rakyat jelata yang tiap hari disuruh jujur, hemat, dan patuh aturan, cuma bisa menatap layar TV sambil berkata,

“Ya Tuhan, ternyata harga keadilan di Indonesia adalah 60 miliar. Cash. Plus mungkin bonus voucher hotel.”

Semoga Pak Arif betah di sel. Semoga suara tikus penjara bisa menggantikan bisikan amplop yang dulu meninabobokannya. Semoga kami tak lagi tertipu wajah-wajah suci penuh gelar, karena rupanya, yang paling merusak negeri ini bukan preman, tapi mereka yang berdasi dan mengaku suci.

Muntah kami, Pak. Muntah.

#camanewak

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
TAGGED:Hakimsuap Rp 60 M
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link

Terpopuler Bulan Ini

Koq Bisa..! Solar Subsidi Ngalir ke Penambang Emas Ilegal, Begini Penjelasan Dinas Perdagangan Sekadau

19/05/2025
Kamiriluddin Desak PT KAL dan Pemerintah Bersikap, Ratusan Pekerja di Kayong Utara Dibayangi Ketidakpastian
21/05/2025
Menanti Terang di Ujung Kampung, 60 KK di Lingkungan RT : 02 Mayak Engkare Cempedak Tayan Hilir Masih Hidup dalam Gelap
29/05/2025
Rampas Kunci Motor Warga, Pria di Sekadau Ditangkap dalam Operasi Pekat II Kapuas 2025
17/05/2025
Antara Ternak Mulyono dan Anak Abah
03/05/2025

Berita Menarik Lainnya

Nura Husna Sahila, Hafizah 30 Juz, Usia 18 Bisa Pergi Haji

29/05/2025

1.233 ASN Absensi Gunakan GPS Palsu. Parah ni, Wak!

29/05/2025

Mengenal Haji Isam, Pembeli 2000 Ekskavator dan Pesawat Seharga 1,2 Triliun

27/05/2025

Pandangan Quraish Shihab Soal Hijab

24/05/2025

PT. DIMAS GENTA MEDIA
Kompleks Keraton Surya Negara, Jalan Pangeran Mas, No :1, Kel Ilir Kota, Sanggau, Kalbar

0812-5012-1216

Terkait

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi

Regional

  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang