Radar KalbarRadar Kalbar
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Lainnya
    • Hukum
    • Olah Raga
    • Gaya Hidup
    • Bisnis
    • Figur
    • Tekno
    • Entertainment
Radar KalbarRadar Kalbar
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
Pencarian
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Hukum
  • Olah Raga
  • Gaya Hidup
  • Bisnis
  • Figur
  • Tekno
  • Entertainment
Radar Kalbar > Indeks > Kalbar > Pontianak > Tolak Tuntutan Ringan JPU Kasus Perdagangan 337,8 Kg Sisik Trenggiling di PN Sintang
Pontianak

Tolak Tuntutan Ringan JPU Kasus Perdagangan 337,8 Kg Sisik Trenggiling di PN Sintang

Last updated: 31/03/2024 00:06
30/03/2024
Pontianak
Share

FOTO : sisik Trenggiling dalam karung yang akan diperdagangkan oleh oknum untuk keuntungan pribadinya [ist]

PONTIANAK-radarkalbar.com

SEJUMLAH penggiat lingkungan dan jurnalis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia (KMSI) menyampaikan pernyataan sikap kepada Pengadilan Negeri (PN) Sintang.

KMSI menolak tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap dua terdakwa perkara perdagangan 337, 88 Kg sisik Trenggiling (Manis Javanicus), Budiyanto anak Bun Bun Kang dan Adrianus Nyabang anak Yohanes Ladin, yang saat ini bergulir di Pengadilan Negeri Sintang, Kalimantan Barat.

Pada proses sidang tuntutan yang digelar pada Senin (25/3/2024), JPU menjatuhkan tuntutan pidana penjara selama 1 tahun 10 bulan kepada Budiyanto.

Sementara tuntutan untuk terdakwa Adianus Nyabang lebih ringan, yakni 10 bulan pidana penjara dan denda sebesar Rp20 juta untuk masing-masing terdakwa.

JPU berdalih, tuntutan diberikan lantaran terdakwa Adrianus Nyabang merupakan purnawirawan TNI dan hanya berperan sebagai perantara.

Sedangkan terdakwa Budiyanto, JPU tidak membeberkan dan memberikan penjelasan lebih lanjut.

Ketua Animal Don’t Speak Human, Fiolita Berandhini menilai alasan peringanan hukuman tersebut merupakan hal yang tidak etis diupayakan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk menilai seseorang layak mendapatkan keringanan hukuman.

Menurut dia, seharusnya pensiunan TNI yang melakukan tindak kejahatan diberikan hukuman berat. Karena sudah seharusnya mantan aparatur negara yang bertugas mengayomi masyarakat.

“Sudah seharusnya sebagai mantan aparatur negara yang sudah purna tugas selalu memberikan contoh positif kepada masyarakat dengan tidak terlibat segala bentuk tindak pidana,” ujarnya di Badung, Bali, Sabtu (30/3/2024).

Ia menilai bahwa sikap yang dilakukan JPU juga dianggap sebagai sikap perlawanan terhadap upaya menghapus rantai impunitas yang sering didapatkan secara eksklusif kepada anggota/mantan anggota TNI.

“Kami menilai bahwa terdakwa seharusnya dapat dijatuhi hukuman maksimal oleh hakim dikarenakan kerugian lingkungan akibat perburuan dan perdagangan trenggiling sangat besar,” katanya.

Dirinya memaparkan Trenggiling mempunyai peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem alam. Kejahatan perdagangan ilegal sisik Trenggiling itu ditaksir merugikan negara puluhan miliar rupiah.

“Ini merupakan kejahatan yang serius dan terorganisir, seharusnya JPU menuntut Budiyanto dan Adrianus dengan hukuman maksimal yakni 5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah,” ujarnya.

Fiolita Berandhini menjelaskan perlindungan terhadap satwa liar tidak akan pernah tegak jika kondisinya terus begini. Pelaku tidak akan pernah jera atas tindak pidana yang dilakukan jika terus dijatuhi hukuman ringan.

Di sisi lain, Ketua Umum Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ) Joni Aswira Putra menekankan bahwa kejahatan terhadap satwa dan satwa dilindungi harus mendapat perhatian serius.

Keberadaan satwa liar di habitat aslinya sebenarnya menjadi parameter bagi keberlanjutan ekosistem. Sebuah kawasan disebut baik, bila kelangsungan biodiversitasnya terlindungi.

Keragaman flora dan fauna menjadi bagian dari rantai ekosistem kawasan. Kasus perburuan dan perdagangan satwa, merupakan tindak kejahatan serius.

“Perburuan membuka jalan untuk hancurnya habitat. Selain itu memungkinkan terjadinya potensi zoonosis, yaitu wabah penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia. Pada kejahatan yang lain, telah banyak lembaga merilis nilai kerugian negara, serta kerugian ekonomi negara dari perdagangan ilegal satwa liar,” kata Joni di Jakarta.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menelusuri kerugian negara akibat perdagangan satwa liar mencapai Rp13 triliun per tahunnya.

Dalam catatan Financial Action Task Force (FATF), keuntungan akibat perdagangan ilegal satwa liar secara global mencapai miliaran dolar tiap tahunnya. Di Indonesia, kondisi tersebut diperparah dengan perdagangan ilegal satwa liar sebagai modus pencucian uang.

“Tidak hanya terkait TPPU, data PPATK juga menemukan Kejahatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) terkait dengan pendanaan terorisme, narkoba, dan kejahatan transnasional lainnya,” katanya.

Penting untuk diketahui bahwa perlindungan terhadap satwa liar telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pada bab ketentuan pidana pasal 40 ayat (2) bahwa barang siapa yang tanpa hak memperdagangkan satwa liar dilindungi maka dapat dikenakan hukuman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

Direktur Eksekutif Yayasan Titian Martin Gilang mengatakan perlu segera dilakukan revisi atau perubahan terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 yang sudah tidak lagi mampu mengakomodasi modus, pola, dan ketentuan pidana kejahatan perdagangan satwa liar. Rendahnya upaya penegakan hukum dan vonis terhadap pelaku kejahatan beserta jaringannya juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor.

“Salah satu faktornya yaitu masih minimnya kesadaran dan wawasan masyarakat terhadap regulasi dan sanksi hukum terhadap kegiatan ilegal perdagangan satwa liar. Oleh karena itu penyadartahuan kepada masyarakat sipil secara sistematis dan reguler masih sangat dibutuhkan,” sebutnya di Pontianak.

Selain itu, kata Martin, belum adanya upaya menggunakan undang-undang tindak pidana pencucian uang sebagai salah instrumen untuk memberikan vonis pada terdakwa, menjadi tantangan tersendiri. Padahal, menurut dia, jelas telah terjadi kerugian negara.

“Tentunya masih banyak kendala dan dibutuhkan sinergitas para pihak untuk saling memberikan dukungan dalam upaya menekan tindak kejahatan satwa liar di Indonesia dan Kalimantan Barat khususnya. Hal ini agar setimpal menjadi efek jera bagi pelaku,” bebernya.

Sementara,akademisi Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Hari Prayogo menilai, maraknya kasus perburuan dan perdagangan sisik Trenggiling di Kalimantan Barat menunjukkan bahwa tingkat pemahaman masyarakat terhadap status konservasi trenggiling masih sangat minim.

Menurutnya, trenggiling banyak diburu terutama karena sisik dan dagingnya. Sisiknya digunakan untuk bahan obat-obatan tradisional yang dapat meningkatkan kesehatan tubuh dan dagingnya dikonsumsi sebagai hidangan mewah atau sumber protein lokal.

Saat ini, trenggiling merupakan satwa yang terancam punah. Pemerintah telah melakukan perlindungan penuh, yakni memasukkan satwa ini ke dalam perlindungan Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 dan Permen LHK Nomor P.106 tahun 2018.

Bahkan, The Internasional Union for Conservation of Nature (IUCN) juga sudah melindungi dengan kategori Critically Endangered setelah sebelumnya memiliki status endangered dan CITES telah memasukkannya ke dalam kriteria Appendix I. Artinya suatu satwa yang boleh diperjualbelikan pada saat keadaan luar biasa dan memerlukan perijinan ekspor dan impor yang sangat ketat.

Namun parahnya, kasus kejahatan satwa liar terdahulu yang tertangkap kemudian diadili umumnya divonis cukup ringan, tidak memberi effek jera. Padahal, perburuan massif terhadap satwa pemakan semut dan rayap ini akan menghilangkan sumber plasma nutfah, mengganggu keseimbangan ekosistem hutan hujan dataran rendah, dan mengganggu kestabilan rantai ekologis di wilayah hutan.

“Untuk mencegah hal tersebut berulang kembali sebaiknya pihak berwenang dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah memfokuskan perhatian yang lebih besar untuk proses perlindungan populasi satwa ini, melakukan sosialisasi yang tepat terhadap masyarakat, dan pihak pengadilan memberikan hukuman serta sanksi yang setimpal terhadap pelaku kejahatan agar bisa memberi efek jera bagi pelaku,” kata Hari Prayogo di Pontianak, Sabtu (30/3/2024).

Merespon situasi terkini, Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan sikap:

1. Menolak tuntutan hukuman yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada para terdakwa dalam perkara Nomor 8/Pid.B/LH/2024/PN Stg dan Nomor 9/Pid.B/LH/2024/PN Stg. Tuntutan hukuman kepada para terdakwa jelas telah mengabaikan prinsip-prinsip keadilan lingkungan dan tidak berpihak pada kaidah keberlanjutan ekologis;

2. Mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat untuk meninjau ulang dan memberikan tuntutan hukuman yang maksimal kepada para terdakwa dalam perkara Nomor 8/Pid.B/LH/2024/PN Stg dan Nomor 9/Pid.B/LH/2024/PN Stg. Mendorong agar proses penegakan hukum dilakukan secara serius serta menjunjung tinggi prinsip-prinsip etika lingkungan dan keadilan ekologis;

3. Kejahatan terhadap satwa liar (wildlife crime) merupakan delik serious crime, maka sanksi yang diberikan harus bisa lebih berat dari kejahatan pada umumnya. Memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa untuk dapat menghukum berat para pelaku sehingga dapat memberikan efek jera bagi para terdakwa dan menjadi contoh bagi masyarakat.

Demikian pernyataan sikap ini disampaikan kepada seluruh masyarakat. Mari bersama-sama menjaga dan melestarikan satwa liar Indonesia, karena mereka merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tak terpisahkan dari kekayaan alam bangsa Indonesia. [rls/red]*

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
TAGGED:PN SintangTrenggilingTuntutan JPU
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link

Terpopuler Bulan Ini

Selebgram Oca Fahira Meninggal Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Sungai Pinyuh

30/09/2025
Setahun Menghilang, Seorang Pria di Tayan, Ditemukan Tinggal Tengkorak
24/09/2025
Sore Mencekam di Sungai Pinyuh, Si Jago Merah Lahap Empat Rumah Warga di Jalan Karya Usaha
24/09/2025
Laskar Cinta Jokowi Minta Menkeu Purbaya Dipecat
16/10/2025
Pengedar Sabu di Balai Karangan Diciduk, 10 Paket Siap Edar Disita
12/10/2025

Berita Menarik Lainnya

BPM Desak Penegakan Hukum Kasus Oli Palsu, Tambang Ilegal dan Pengawasan Ormas di Kalbar

16/10/2025

Gelar Aksi di Polda dan Kejati, Ratusan Massa BPM Kalbar Tagih Ketegasan Hukum Kasus Oli dan Tambang Ilegal

16/10/2025

Bakal Gelar Aksi Dua Hari! BPM Kalbar Desak Penangkapan Cukong Oli Palsu dan Pemodal Tambang Perusak Lingkungan

15/10/2025

SMSI, Gerakan Kolektif Menjaga Marwah Pers Digital

08/10/2025

PT. DIMAS GENTA MEDIA
Kompleks Keraton Surya Negara, Jalan Pangeran Mas, No :1, Kel Ilir Kota, Sanggau, Kalbar

0812-5012-1216

Terkait

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi

Regional

  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang