FOTO : DR Rosadi Jamani (Ist)
Oleh : DR Rosadi Jamani (Ketua Satupena Kalbar)
CUACA sedikit mendung. Udara terasa dingin. Matahari baru saja keluar dari singasananya. Suasana yang pas untuk ngopi.
“Ngopi yok di Asiang. Kebetulan lama kita tak ngopi. Rindu juga dengan kawan-kawan,” tanya admin WA Group 9 Naga. Grup hanya dihuni sembilan orang tajir melintir.
Nama adminya, Asu. Delapan anggota yang lain namanya Atie, Asun, Ameng, Aguan, Asong, Asia, Aseng, Abu, dan Aleng. Sembilan orang ini pemilik sesungguhnya kekayaan di Konoha.
Asu penguasa kebun sawit dan perbankan. Atie raja batubara dan emas. Asun penguasa nikel dan industri manufaktur. Ameng penguasa ritel dan produsen alat pertanian. Aguan bos minyak dan telekomunikasi. Asong penguasa pelabuhan laut dan bandara. Asia penguasa gas dan ekspor impor. Aseng penguasa distribusi pangan. Abu penguasa kayu. Terakhir, Aleng penguasa maskapai penerbangan dan jalan tol.
Kekayaan mereka bila disatukan melebihi kekayaaan APBN Konoha. Mereka memang bukan penguasa, tapi sejatinya merekalah yang mengendalikan penguasa.
Sejam kemudian, para pengusaha super kaya itu, ngopi bersama. Ada momen-momen tertentu mereka biasa ngopi. Santai. Sebuah ruangan VVIP sudah dipesan di Warkop Asiang.
Mereka pun asyik menikmati secangkir kopi. Ada pisang goreng selai srikaya. Ada juga roti. Tak ada menu lain. Tujuannya hanya ngopi santai sambil kangen-kangenan.
“Apa kabar kawan semua. Lama kita tak ngopi macam ini,” kata Asu memulai pembicaraan. Semua menjawab, kabar baik.
“Secara jasmani, kabar baik. Cuma, secara rohani, sakit. Sakit pikiran,” jawab Aleng sambil tertawa.
“Maksudnya gimana tu sakit pikiran,” tanya Asia.
“Apakah kalian tak merasa, dekat Pilpres, banyak yang minta sumbangan. Tak dikasih, dianggap pelit. Dikasih, dibilang sedikit. Semua pada minta, sakit kalau gini,” ungkap Aleng.
“Sama, saya juga gitu. Dikasih satu saja, yang lain ngancam. Ya, udah dikasih semua. Biar adil,” sahut Aguan.
“Nah, itu juga saya lakukan. Ngasih ke semua calon. Soalnya kawan semua tu,” sela Ameng.
“Sepertinya sama kita. Anggap saja nyumbang. Siapapun pemenangnya, tetap kawan,” timpal Asun.
“Kita sama-sama paham. Yang penting bisnis tidak terganggu. Soal bagaimana mereka mau jadi presiden, suka-suka mereka. Kita tak ikut campur,” timpal Atie.
Mereka larut dalam tawa. Nikmat kopi benar dirasakan. Terlebih nikmat persahabatan sesama orang tajir.
“Ngomong-ngomong, kadang saya lucu lihat para pendukungnya. Ribut terus, saling caci maki, saling fitnah. Segala Pak Lurah lah, Bu Lurah lah. Kadang saya ketawa sendiri lihat mereka. Gimana pendapat kalian,” kata Asong sambil seruput kopi Gayo.
Rupanya si Aseng berpikiran sama dengan Asong. “Sama, saya kadang ketawa sendiri lihat ada yang demo soal pelanggaran konstitusi di gedung rakyat. Dari balik jendela lantai 12 kantor, saya nonton yang demo teriak-teriak berorasi. Panas-panas lagi. Dijagaan polisi lagi. Habis itu mereka makan nasi bungkus di balik pagar. Kadang kasihan juga,” ujar Aseng.
“Memang kasihan juga. Banyak diperalat, disuruh demo, disuruh nyerang, disuruh ini dan itu. Kadang kasihan juga ada aparat mau saja disuruh pasang baliho. Aparatkan netral mestinya,” seloroh Aleng.
“Udah jangan bicara itulah. Biarkan mereka berantem, kita nonton saja. Ingat, asal mereka jangan ganggu bisnis kita saja, hehehe,” ujar Ameng ketawa.
“Yang penting lagi, kita bisa menikmati kopi di sini. Kalau situasi kacau, kita pindah ngopi ke Wakanda, hahaha…” timpal Aguan.
Suasana ngopi sembilan naga itu berlangsung santai dan penuh tawa. Orang tajir mah bebas. Sejam saja mereka ngopi, habis itu bubar dan kembali ke bisnis mereka yang menggurita di Konoha.
#camanewak