Radar KalbarRadar Kalbar
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Lainnya
    • Hukum
    • Olah Raga
    • Gaya Hidup
    • Bisnis
    • Figur
    • Tekno
    • Entertainment
Radar KalbarRadar Kalbar
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
Pencarian
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Hukum
  • Olah Raga
  • Gaya Hidup
  • Bisnis
  • Figur
  • Tekno
  • Entertainment
Radar Kalbar > Indeks > Opini > Sketsa Serba-Serbi Sholat Subuh (bagian 17)
Opini

Sketsa Serba-Serbi Sholat Subuh (bagian 17)

Last updated: 08/04/2023 19:32
08/04/2023
Opini
Share

Humor di Ceramah Mesjid

Oleh : Wina Armada Sukardi

“APA yang paling dicari selama bulan ramadan?” tanya seorang penceramah, dalan tausiah setelah sholat wajib subuh di mesjid dekat rumah kami.

Jawaban para jemaah macem-macem, mulai dari mencari keridohaan Allah sampai mencari ampunan. Setelah itu penceramah menyela, “Jujur aja deh! Selama bulan ramadan ini yang paling dicari-cari oleh kita, cuma azan magrib!” Jemaah tertawa , dan ada yang cengar-cengir.

“Buktinya berdasarkan survei, azan magrib selama bulan puasa menempati posisi paling tinggi yang ditonton atau didengar masyarakat!”

Di mesjid dekat rumah kami, seusai sholat subuh, setiap hari ada tausiah atau ceramah. Bisa cuma 7 menit, tapi bisa juga sampai ada yang satu jam. Rata-rata 15 -30 menit.

Ceramah atau tusiah di mesjid memang menyangkut masalah-masalah religius. Dari keimanan, ketaqwaan sampai manfaat puasa. Perkara ini tentu urusan serius. Oleh sebab itu sebagain besar penceramah menyampaikannya dengan serius pula.

Kendati begitu, ada penceramah yang menyelipkan humor-hunor atau lelucon dalam ceramahnya . Nampaknya mereka faham, jemaah mungkin sudah cape dan sebagian masih atau sudah mengantuk, padahal pesan-pesan keagamaan harus tetap diberikan.

Tapi bagaimana supaya misi itu sampai dengan efektif kepada jemaah?
Disinilah beberapa penceramah menyelipkan humor. Meskipun hnumor ini biasanya tetap dikaitkan dengan pesan yang ingin disampaikan Sang Penceramah. Ada yang untuk menyindir, ada yang untuk memperlihatkan Keagungan Allah, atau betapa mulianya ahlak Nabi Muhammad.

“Coba perhatikan, semua bulu di kepala kita, cepat tumbuhnya, tapi kenapa alis ya segitu-gitu saja?!” kata seorang penceramah beretorika. Pada bagian lain dia mengambil contoh gigi. ”Ayo kenapa setelah dewasa gigi gak tumbuh lagi? Bagaiomana kalo gigi kita tumbuh terus, kayak rambut! Bisa serem dan bahaya tuh!”!Kata seorang penceramah memancing.

Lantas akhirnya dia “menembak” dengan “klimaks.” Si Penceramah menuturkan, Allah sudah mengatur semuanya dengan baik. “Dia menciptakan ASI buat para bayi. Dari kecil orang udah dikasih rejeki masing-masing. Apa gak hebat tuh?

Hebatnya lagi, susu manusia cuma dua, dan letakannya udah diatur di sana. Coba bagaimana kalo kayak kucing atai anjing. Susunya banyak, berlerot dari atas ampe bawah,? Gimana kalo manusia seperti itu? Susunya lebih dari dua dan letaknya dimana-mana,” ujarnya

Anggota majalis jemaah subuh di mesjid ada yang tertawa dan ada yang cuma senyam senyum saja. Relevansinya penceramah ingin memberitahu Allah dengan segala kekuasaanNYA telah membentuk manusia menjadi mahluk terbaik.

“Masuk barang” itu. Maksudnya, denagn cara humor seperti ini memungkinkan jemaah sholat subuh di mesjid menjadi lebih mudah mencernanya, di samping menjadi tidak mengantuk.

Penceramah lain berbeda pula. Manakala sedang serius-seriusnya membahas suatu topik, tetapi dengan tiba-tiba dia berujar,”Waduh, kok dingin bener disini!” Rupanya dari tadi dia sudah sangat kedinginan.

Salah satu AC di mesjid tempat kami sholat subuh memang terpasang di dinding di belakang mimbar atau dengan kata lain, letaknya tepat di belakang penceramah. Rupanya dia kedinginan, tapi tak ada yang mengetahuinya.

Jadi , waktu dia tiba-tiba bilang kedinginan, jemaah agak terkejut dan terasa lucu.
Ikwal ada unsur humor dalam kotbah di mesjid, hamba ingat saat masih kuliah di fakultas hukum UI di Rawamangun. Sekarang kampusnya sudah dipakai oleh UNJ. Waktu itu kalo sholat Jumat, para mahasiswa sholat di mesjid dekat asrama Daksinapati itu.

Di mesjid itu para penceramah sholat jumat kalau sedang kotbah sangat sering mengemukan materinya dengan humor. Ini dilakukan untuk mengeritik pemerintah Orde Baru waktu itu.

Rezim di bawah pimpinan Pak Harto pemerintahnya sanga represif. Untuk mengeritiknya harus berhati-hati, termasuk di lembaga keagamaan. Humor menjadi salah sarana untuk dapat masuk memgeritik pemerintah. Kalau tidak lewat cara humor, lelucon atau tawa mungkin para khotib waktu itu sudah masuk _black list_ atau daftar hitam pemerintah.

Konsukuensinya bisa dihukum atau bahkan “dihilangkan.” Tetapi melalui humor mereka tidak dianggap menghina pemerintah, tapi pesan agamaya tetap tersampaikan.

Secara teoritus humor tidak sekedar menghasilkan tawa belaka. Humor atau kelucon berdasarkan teori-teori psikologi diinilai sebagai fenomena sosial. Dalam hal ini, tawa membawa pesan, mengampaikan misi.

Di balik tawa, ada sesuatu yang ingin disampaikan dan dapat sampai pada taraf untuk mempengaruhi. Dengan begitu humor tidak sekedar menghasilkan tawa.
Dalam bukunya “_Sense of Humor and Dimention of Personlity,_” Lefcourt dan Martin (Woshington : 1993) sudah menegaskankan, tertawa tidak selalu dipicu rasa lucu.

Sebaliknya tragedi dapat menghasilkan senyum dan tawa. Rasa lucu, kata psikopog Elizabeth E. Hurlock, dapat mengubah persepsi kita mengenai sesuatu hal. Sedangkan menurut John Sorey dalam bukunya “_Cultural Studies and The Stydt of Populer Culture: Theoriea and Method,_” jelas ada makna di balik kelucuan
Lebih jauh lagi, Arhur Koestler setelah melalukan penelitian panjang, dalam bukunya “_The Art of Creation_” yang terbit tahub 1989 menyimpulkan, lelucon adalah proses intelektual.

Maka kehadiran humor pastilah memiliki alasan yang kuat. Sementara bagi Arthur Koestler humor bukan untuk merendahkan manusia, tetapi sebalinya untuk mengangkat harkat martabat manusia.
Para penceramah atau khotib mungkin tidak membaca teori-teori humor atau lecucon yang berasal dari barat tersebut, namun beberapa dari mereka telah mmenerapkannnya secara intinktif.

Lewat humor atau lelucon yang mereka selipkan di antara ceramah atau kotbah mereka, merupakan bagian dari dakwah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan para pendengarnya. Di balik tawa mereka memberikan pesan dan misinya untuk menyakinkan , Allah Maha Kuasa.
T a b i k***

Bersambung…..

WINA ARMADA SUKARDI, wartawan dan advokat senior serta Dewan Pakar Pengurus Pusat Muhammadiyah.

(Tulisan ini merupakan repotase/ opini pribadi).***

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
TAGGED:Masjidsholat subuh
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link

Terpopuler Bulan Ini

Selebgram Oca Fahira Meninggal Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Sungai Pinyuh

30/09/2025
Laskar Cinta Jokowi Minta Menkeu Purbaya Dipecat
16/10/2025
Pengedar Sabu di Balai Karangan Diciduk, 10 Paket Siap Edar Disita
12/10/2025
Langkah Twity ke Yogyakarta, Putri Kades Hilir Balai Menembus Panggung Nasional
23/10/2025
Drama Rekayasa Begal di Ketapang, Polisi Bongkar Kebohongan di Balik Laporan Palsu
09/10/2025

Berita Menarik Lainnya

Tundang Terakhir Seorang Maestro, Kalbar Berduka

23 jam lalu

Tantangan PWI Dalam Menjaga Kedaulatan Informasi

25/10/2025

Aktivis Berkuasa, Ketika Perlawanan Menjelma Jadi Kekuasaan Baru

24/10/2025

Kejagung Keluarkan Alasan Lagi Belum Bisa Menangkap Silfester

24/10/2025

PT. DIMAS GENTA MEDIA
Kompleks Keraton Surya Negara, Jalan Pangeran Mas, No :1, Kel Ilir Kota, Sanggau, Kalbar

0812-5012-1216

Terkait

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi

Regional

  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang