FOTO : Dr. Rosadi Jamani (Ist)
Oleh : Ketua Satupena Kalimantan Barat, Dr. Rosadi Jamani
TENSI politik semakin tinggi. Sudah tak lagi sindir-menyindir. Tak ada kiasan lagi. Serangan sudah kian terbuka. Semakin panas dan bisa membuat manas.
Bermula dari ucapan Prabowo, Capres 02 menyindir dengan sebuah ajakan, jangan memilih pemimpin yang Omdo (Omong Doang). Publik tahu siapa yang dimaksud Prabowo itu.
Tak ayal, pasca Omdo itu, muncul tanda pagar (#) “Asal Bukan Prabowo” atau #asalbukanprabowo di X. Tidak kurang 36 ribu kali warga X membicarakan Asal Bukan Prabowo itu.
Herald.id sempat menjadikannya berita utama Asal Bukan Prabowo itu. Tak ada lagi tedeng aling-aling, langsung menusuk ke nama. Inilah politik wak, kadang kejam. Kadang tak ada etika atau adat ketimuran. Serba telanjang.
Terus apa maknanya? Setelah Gibran dihantam sentimen negatif paling tinggi, dikatakan asam sulfat, nepo baby, samsul, apa yang terjadi? Di semua lembaga survei, tetap ranking tertinggi.
Aneh bukan. Mestinya turun dong. Sepertinya muncul hukum baru dalam politik di era digital, semakin negatif semakin tinggi elektabilitas. Boleh ndak kita sepakati hukum ala-ala fisika ini hehehe.
Nah, sekaran giliran Prabowo yang dibuat tinggi sentimen negatifnya. Asal Bukan Prabowo, sebuah ajakan massif agar jangan mencoblos 02. Apakah ajakan provokatif ini efektif atau justru sebaliknya memuluskan menang satu putaran?
Di mata musuh atau lawan politik, apa sih yang positif dari Menteri Pertahanan Keamanan itu? Semua negatif. Ketika Prabowo bicara pertanian, selalu dikaitkan dengan Food Estate di Kalteng.
Bicara soal kebebasan berpendapat, selalu dikaitkan isu penculikan. Berbicara soal geopolitik, dikaitkan aksi tentara China di Laut China Selatan. Bicara soal pertahanan negara, dikaitkan pembelian pesawat tempur bekas.
Selalu ada dosa diungkit lawan politik mantan Komandan Jenderal Kopasus ini. Seperti tidak ada sisi positif dari Prabowo di mata lawan politik.
Anehnya, Prabowo justru semakin eksis di lembaga survei. Kembali hukum buatan saya sendiri di atas, semakin negatif kok semakin tinggi tingkat keterpilihannya. Satu putaran ni bos.
Lantas bagaimana Capres atau Cawapres ditampilkan bak “malaikat” tanpa dosa. Justru makin hari makin melempem surveinya. Semakin positif semakin rendah elektanya. Aneh kan wak. Apakah surveinya yang salah, atau memang demikian realitasnya.
Satu hal lagi yang menjadi hukum tak tertulis, kualitas kalah sama gimmick. Kehebatan visi dan misi yang menyundul langit, kalah sama yang joget-joget.
Kalah sama singkatan yang tak bisa dijawab. Orang sepertinya tak ingat apa yang disampaikan, tapi orang ingat dan viral bila ada yang negatif.
Contoh terbaru, saat Anies Baswedan ke Pontianak, bukan apa yang disampaian, tapi ada orang memukul dia yang diingat orang. Videonya viral dan itulah jadi topik pembicaraan.
Kembali ke hashtag “Asal Bukan Prabowo” Sekilas memang bisa membuat emosi kubu 02, tapi itu justru melambungkan nama Prabowo. Menjadi trending topic dalam pesta demokrasi sebuah keberkahan.
Iklan gratis. Tinggal ditunggu saja efeknya nanti lewat hasil survei terbaru. Biasanya suara 02 jarang meleset, selalu nangkring di atas. Bahkan, sekarang mereka semakin bersemangat menuntaskan Pilpres cukup satu putaran. Gitu…!
#camanewak