FOTO : Jembatan Kapuas Tayan saat lampu penerangan terang benderang menerangi [ istimewa ]
Oleh : Muhammad Khusyairi/SerY TayaN [ Ketua Serikat Media Siber Indonesia ] perwakilan Kalimantan Barat.
KONDISI Jembatan Kapuas Tayan, yang terletak di Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, Kalbar, saat ini memprihatinkan.
Jika malam, mulai dari akses hingga bentangan utama jembatan Kapuas Tayan tersebut gelap gulita.
Saya atau kita tentunya masih ingat, delapan tahun lalu, tepatnya pada 22 Maret 2016, Jembatan Kapuas Tayan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo.
Helikopter yang ditumpangi orang nomor satu di RI saat itu, landing tepat di akses perempatan bundaran jembatan tersebut.
Momen itu menjadi catatan penting dalam sejarah pembangunan infrastruktur di Kalimantan Barat.
Saat itu, jembatan Kapuas Tayan sukses menyedot wisatawan dari berbagai antero Kabupaten Sanggau maupun luar Kalbar.
Bagaimana tidak, jembatan yang terhampar megah melintasi Sungai Kapuas ini bukan sekadar penghubung dua daratan, melainkan simbol kemajuan dan penguat konektivitas lintas provinsi di Pulau Kalimantan.
Jembatan dengan panjang 1.650 meter dan menelan biaya pembangunan sebesar Rp 1,028 triliun tersebut, menjadi bagian vital dari jalur Trans Kalimantan yang menghubungkan Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Kita ketahui bersama, jembatan ini, adalah denyut nadi ekonomi, jalur distribusi, akses sosial, serta bagian dari kebanggaan masyarakat Tayan khususnya, dan Kalimantan pada umumnya.
Namun, harapan dan kebanggaan itu kini terusik oleh kondisi memprihatinkan yang kian hari makin tak terbantahkan.
Lampu-lampu penerangan yang semestinya menyinari badan jembatan di malam hari kini mati total.
Jembatan Pak Kasih, demikian nama resminya tenggelam dalam kegelapan, seperti dilupakan.
Tidak hanya menghilangkan estetika yang dulu memesona, kegelapan ini telah menimbulkan rasa was-was bagi masyarakat yang melintasinya di malam hari.
Apalagi bagi pengendara luar daerah yang tidak terbiasa dengan kontur jalannya. Ini bukan sekadar soal kenyamanan, tetapi menyangkut keselamatan.
Lebih menyakitkan lagi, berbagai aksesoris jembatan bagian yang dulu memperindah wajahnya dan memberi identitas arsitektural khas kini banyak yang hilang.
Hilang secara perlahan, tanpa ada penjelasan pasti, tanpa upaya penggantian atau pemulihan.
Apakah raib karena ulah tangan-tangan tak bertanggung jawab? Apakah karena kelalaian dalam pengawasan dan pemeliharaan? Yang jelas, diamnya pemerintah dan masyarakat terhadap kondisi ini sangat menyedihkan.
Kita sedang menyaksikan bagaimana sebuah infrastruktur yang pernah dielu-elukan dan menjadi titik balik pembangunan, kini merosot perlahan karena kurangnya perhatian.
Ironis, ketika pemerintah pusat terus menggencarkan pembangunan infrastruktur di berbagai penjuru negeri, justru sebuah jembatan strategis dan historis di Kalimantan Barat tampak dibiarkan merana, perlahan kehilangan pesonanya.
Pembangunan fisik hanyalah separuh dari cerita sukses sebuah infrastruktur.
Separuh lainnya terletak pada keberlanjutan, perawatan, dan kepedulian terhadap umur manfaatnya.
Apa artinya menghabiskan triliunan rupiah jika pada akhirnya hasil pembangunan itu tak dirawat? Apa gunanya kita membanggakan jembatan ini sebagai penghubung provinsi dan penggerak ekonomi jika tampilan dan kondisinya tidak menunjukkan wibawa dan peran strategis tersebut?
Keprihatinan ini mestinya tidak berhenti hanya pada keluhan di media sosial atau bisik-bisik warga. Pemerintah daerah, khususnya Kabupaten Sanggau dan Provinsi Kalimantan Barat, harus segera mengambil langkah konkret.
Perbaikan lampu penerangan dan pemulihan aksesoris bukanlah perkara mewah, melainkan kebutuhan dasar untuk menjaga fungsi, keamanan, dan wibawa jembatan.
Koordinasi lintas instansi harus digerakkan untuk memastikan pengawasan dilakukan secara berkala, dan alokasi anggaran pemeliharaan tidak sekadar formalitas di atas kertas.
Namun, bukan hanya pemerintah yang harus bertindak. Masyarakat pun mesti dibangunkan dari tidur panjang kepedulian. Rasa memiliki terhadap fasilitas umum seperti Jembatan Kapuas Tayan harus ditumbuhkan kembali.
Tidak bisa terus-menerus kita biarkan aset negara dirusak oleh oknum, atau diabaikan oleh publik karena merasa “bukan urusan saya”. Kita perlu menumbuhkan budaya merawat, bukan sekadar menikmati.
Jembatan Kapuas Tayan adalah simbol. Ia menjadi saksi tekad pemerintah membangun dari pinggiran, memperkuat konektivitas, dan mengangkat Kalimantan sebagai poros pertumbuhan baru.
Tapi hari ini, simbol itu sedang memudar. Jika kita terus abai, bisa jadi dalam waktu dekat ia akan kehilangan maknanya.
Dan saat itu terjadi, bukan hanya jembatan yang runtuh secara simbolik, tetapi juga semangat dan penghargaan kita terhadap hasil pembangunan itu sendiri.
Masih belum terlambat untuk peduli. Tapi waktu tidak menunggu. Lantas, siapa yang mesti peduli, apakah wakil rakyat, pemerintah, masyarakat atau siapa?? [ red ].