Musim Munaslub Tiba


Oleh : Rosadi Jamani [ Dosen UNU Kalimantan Barat] 

ADA bahasa begini, “Siapapun yang berbeda dengan pemerintah akan di-munaslub-kan.” Ada benar juga. Tentu tidak semua begitu.

Kita mulai dari Kongres PKB Bali. Lalu, muncul Kongres Tandingan. Setelah Muhaimin Iskandar menyatakan bergabung dengan KIM, kongres tandingan selesai.

Lalu, muncul MLB NU. Isunya masih berjalan. Belum tahu endingnya. Nah, tiba-tiba tak ada angin dan hujan, muncul Munaslub Kadin.

Jika Munaslub PKB dan MLB NU adalah season opener, maka Munaslub Kadin ini adalah kejutan yang tak terduga.

Di sinilah kita, di tengah tontonan kolosal di mana pengusaha-pengusaha top negeri ini berebut piala bergengsi kursi Ketua Umum Kadin, lengkap dengan sorotan, intrik, dan tentu saja, dukungan keluarga.

Mari kita mulai dari sosok utama, Anindya Bakrie. Nah, kalau mendengar nama belakangnya saja, seolah kita sudah tahu kemana arah angin berhembus. Bukan rahasia lagi kalau ada semacam cheat code dalam politik dan bisnis Indonesia: punya nama keluarga besar dan terhubung dengan tokoh-tokoh kuat seperti Aburizal Bakrie, Bambang Soesatyo, dan Nurdin Halid itu seakan mendapatkan power-up tak terbatas.

Ibarat game politik, Anindya sudah main dengan mode easy sejak level. Tentu saja, pelaksanaan Munaslub ini tak lepas dari kontroversi. Dari 28 Kadin provinsi yang mendukung, 21 lainnya dengan keras menolak.

Apa yang kita lihat di sini adalah split screen klasik dalam politik: satu sisi memuji pelaksanaan Munaslub sebagai langkah demokrasi, sementara sisi lainnya mengatakan, “Ini melanggar AD/ART!” (seolah mereka membaca dokumen itu seperti kitab suci).

Tapi ayo kita jujur, siapa yang benar-benar peduli pada AD/ART kalau hasilnya sudah jelas? AD/ART hanya penting kalau kalah—kalau menang, AD/ART jadi seperti syarat & ketentuan yang kita abaikan saat instal aplikasi.

Anindya Bakrie terpilih sebagai Ketua Umum, tapi bukan tanpa dukungan beberapa ‘powerhouse’ dari keluarga dan teman-teman elitnya. Ayahnya, Aburizal Bakrie, tampak seperti mentor di RPG yang selalu datang di momen krusial, memberikan buff kekuatan politik.

Sementara Bambang Soesatyo dan Nurdin Halid berperan sebagai sidekick yang memastikan bahwa segalanya berjalan sesuai dengan script.

Ini adalah pengingat bagi kita semua bahwa jika ingin sukses dalam dunia bisnis dan politik, jangan lupa bawa ayah, teman-teman, dan mungkin juga tetangga yang berpengaruh. Demokrasi siapa, ya?

Kemudian, ada Arsjad Rasjid, sang Ketua Kadin sebelumnya, yang tentunya merasa seperti karakter utama yang tiba-tiba ditulis keluar dari serial saat musim baru dimulai.

Tapi jangan salah, Arsjad ini bukan sembarang karakter. Dia masih punya inventory penuh jabatan, dari Direktur Utama PT Indika Energy hingga Ketua ASEAN-BAC. Kalau Munaslub Kadin ini adalah game, maka Arsjad adalah boss level sebelumnya yang walaupun kalah, tetap dapat posisi komisaris di berbagai tempat.

Mungkin Arsjad berpikir, “Yah, kalau kalah juga gak apa-apa, masih bisa sibuk jadi Ketua Panahan Indonesia.” Gak ada yang sia-sia dalam hidup ini, kan?

Yang membuat cerita ini makin juicy adalah ketika kita tahu bahwa Arsjad juga terlibat dalam kampanye Presiden Ganjar Pranowo. Sekilas, tampaknya, semua tokoh dalam Munaslub ini sedang memainkan beberapa permainan sekaligus.

Munaslub Kadin hanyalah side quest dalam perjalanan mereka yang lebih besar menuju kekuasaan politik di level nasional.

Apa yang bisa kita pelajari dari drama Munaslub Kadin ini? Jika ente ingin terpilih, pastikanmemiliki nama belakang yang kuat, keluarga berpengaruh, teman-teman elit, dan AD/ART di tangan untuk dibaca… kalau perlu.

Oh, dan jangan lupa, kalau kalah di Munaslub, selalu ada jabatan cadangan yang menunggu. Atau kalau tidak, siapa tahu bisa jadi Ketua Perpani?

Sungguh, Indonesia, tanah air yang penuh warna, penuh talenta, dan penuh Munaslub! Sepertinya drama Munaslub berikutnya akan ada lagi ni.

 

#camanewak


Like it? Share with your friends!