Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]
SYA’BAN telah tiba. Bulan yang satu ini bukan cuma bulan “persiapan” jelang puasa Ramadan, tapi juga bulan di mana perut-perut di Sambas jadi lebih bahagia dari biasanya.
Ya, bulan ini adalah bulan sedekah, makan-makan, dan tentu saja, bulan di mana Pak Lebai, sang tokoh agama kampung harus siap-siap jadi “superhero” doa dengan jadwal lebih padat dari CEO startup!
Setiap malam, rumah-rumah di Sambas berubah jadi restoran dadakan. Pemilik rumah sibuk ngundang tetangga, kerabat, dan tentu saja, Pak Lebai. Kenapa Pak Lebai? Karena tanpa dia, acara ini bakal kayak nasi tanpa lauk, kurang greget! Pak Lebai ini ibarat bintang tamu wajib.
Dia yang baca doa, dia yang bikin acara jadi “sah”, dan dia yang bikin semua orang bisa makan dengan tenang, sambil berharap amal sedekahnya diterima.
Acaranya sendiri sederhana tapi sakral. Baca selamat, baca doa untuk arwah yang udah meninggal (biar dapat tempat nyaman di akhirat, jauh dari siksa kubur), lalu makan bersama! Menu? Bervariasi.
Dari nasi, lauk-pauk, sampai kue-kue tradisional yang bikin lidah bergoyang. Semua orang makan dengan lahap, sambil ngobrol ngalor-ngidul, dari urusan kampung sampai gosip terbaru.
Tradisi ini turun-temurun, dan masih bertahan sampai sekarang. Bayangkan, setiap malam selama sebulan, ada saja rumah yang ngadain acara ini. Pak Lebai pun harus bolak-balik dari satu rumah ke rumah lain.
Jadinya, dia kayak pesuruh makanan, tapi dengan gelar “ustadz”. Kalau dihitung-hitung, mungkin Pak Lebai ini lebih sering makan di luar rumah dari di rumah sendiri selama Sya’ban. Tapi, ya sudahlah, namanya juga pengabdian!
Yang lucu, kadang-kadang ada aja kejadian bikin ngakak. Misalnya, ketika Pak Lebai kebanyakan undangan dan harus “balapan” dari satu rumah ke rumah lain. Atau ketika tetangga yang jarang ngobrol tiba-tiba jadi akrab karena berebut lauk terakhir.
Atau ketika ada anak kecil yang nanya, “Pak Lebai, kapan kita makan lagi besok?” Seolah-olah Sya’ban ini bulan “all-you-can-eat” versi Sambas.
Tapi, di balik semua kelucuan itu, tradisi ini punya makna yang dalam. Sedekah, silaturahmi, dan doa-doa yang tulus. Semua dilakukan dengan penuh kebersamaan dan keikhlasan.
Meskipun Pak Lebai sibuk, meskipun perut kadang kekenyangan, dan meskipun ada aja kejadian lucu, tradisi ini tetap jadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Sambas.
Kalau kamu berkunjung ke Sambas pas bulan Sya’ban, siap-siap deh buat makan-makan dan ketemu Pak Lebai, sang “superhero” doa yang jadwalnya lebih sibuk dari influencer!
#camanewak