Presiden Prabowo Subianto Tersandera oleh Kekuatan Oligarki

Oleh : Benz Jono Hartono [ Praktisi Media Massa ]

*Pembukaan*

KETIKA rakyat Indonesia menaruh harapan besar pada kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, ada sebuah bayang-bayang besar yang tak bisa diabaikan, cengkeraman oligarki yang kian hari semakin menjerat ruang gerak politik, ekonomi, hingga kebijakan strategis negara.

Prabowo, yang datang dengan narasi nasionalisme dan keberpihakan kepada rakyat kecil, menghadapi kenyataan pahit bahwa kursi kepresidenan tidak hanya dikelilingi oleh rakyat yang memilihnya, melainkan juga oleh para pemilik modal, jaringan bisnis, dan elit politik yang haus kepentingan.

*Oligarki Bayangan Kekuasaan di Balik Istana*

Di balik gegap gempita demokrasi, oligarki di Indonesia telah lama menjadi “penentu arah” kebijakan. Mereka hadir dalam bentuk konglomerat lama yang bertransformasi, taipan baru yang tumbuh dari rente, serta kelompok politik yang hidup dari kontrak proyek negara.

Inilah kekuatan yang sejatinya menentukan siapa yang boleh duduk, siapa yang harus turun, dan siapa yang dikorbankan.

Prabowo, meski dikenal sebagai sosok militer tegas dengan visi nasionalis, tak bisa serta-merta bebas dari jebakan lingkaran oligarki. Demi stabilitas politik dan dukungan parlemen, ia terpaksa merangkul mereka, bahkan menempatkan sebagian dalam lingkaran kekuasaan.

Namun, *”pelukan politik itu ibarat pelukan ular hangat di awal, mencekik di akhir.”*

*Presiden di Persimpangan Jalan*

Kini, posisi Prabowo seakan berada di persimpangan jalan. Jika ia terlalu tunduk pada oligarki, maka agenda besar yang ia janjikan kepada rakyat, kedaulatan pangan, kemandirian industri, pemerataan ekonomi, bisa berubah menjadi sekadar slogan.

Jika ia melawan oligarki, maka risiko politik akan mengintainya, gerakan bawah tanah, sabotase kebijakan, hingga ancaman turunnya legitimasi dari kekuasaan.

Kondisi ini menempatkan Prabowo dalam status *“tersandera”.* Ia adalah Presiden, namun dalam banyak hal kebijakannya harus dinegosiasikan, disesuaikan, bahkan kadang dikompromikan dengan kepentingan para pemilik modal.

*Demokrasi yang Terkunci*

Oligarki di Indonesia bukan sekadar tentang uang, tetapi tentang jaringan yang menguasai media, partai politik, birokrasi, hingga hukum. Inilah yang membuat demokrasi terasa berjalan, namun sejatinya dikendalikan dari balik layar. Rakyat memilih, tetapi para oligarkilah yang menentukan arah.

Di titik inilah ujian terbesar seorang Prabowo Subianto. Apakah ia akan berani melepaskan belenggu oligarki dan berpihak pada rakyat dengan segala risikonya, atau justru ia akan larut dalam kompromi tanpa ujung, menjadi sekadar *“mandataris oligarki”* yang diberi mandat oleh rakyat?

*Penutup*

*Harapan atau Kekecewaan*

Sejarah Indonesia mencatat, tidak ada presiden yang benar-benar mampu mengabaikan oligarki. Namun, akan ada catatan berbeda jika Prabowo mampu menegakkan garis tegas, membatasi dominasi mereka, memperkuat negara, dan memastikan rakyat menjadi pusat kebijakan.

Jika tidak, maka sejarah hanya akan menulisnya sebagai Presiden yang tersandera oleh kekuatan oligarki, bukan pemimpin yang merdeka, melainkan tawanan kepentingan.

Publisher : admin radarkalbar.com

Share This Article
Exit mobile version