Beratnya Melawan Incumbent

FOTO : Rosadi Jamani (ist)

Oleh : Rosadi Jamani (Ketua Satupena Kalbar)

Muke die-die jak di Dewan, tadak ade orang lain ke?” (Wajah dia saja di Dewan, apakah tidak ada yang lain?)

Ungkapan orang Melayu Pontianak di atas sering terdengar. Maksudnya, ada yang duduk di kursi Dewan seperti tak tergantikan. Setiap periode selalu terpilih.

Bahkan, ada yang sudah empat periode (20 tahun). Apa sih rahasianya sampai selalu terpilih sebagai wakil rakyat? Padahal di luar orang sering diteriaki suka ingkar janji, 3D (duduk dengar diam), dsb.

Tadi malam asyik ngobrol sambil ngopi dengan salah satu anggota Dewan. Tak perlu disebut namanya ya, cukup dengarkan ceritanya. Saya tanya, apa sih rahasia Dewan incumbent terpilih lagi? Kebetulan Dewan ini sudah tiga periode. Sambil udut rokok, ia dengan senang hati menceritakan pengalamannya bertarung di setiap Pemilu.

“Paling berat itu melawan incumbent. Ini sudah saya alami waktu jadi pemula dulu. Untuk melawan incumbent usaha harus lebih usahanya dari incumbent itu sendiri,” ceritanya. Saya pun mencatat dan jadi pendengar yang baik.

Kalau usaha itu di bawah incumbent, hanya pasang-pasang baliho, spanduk, stiker saja, tidak intern turun ke lapangan, sangat sulit terpilih. Karena, di lapangan ada puluhan bahkan ratusan caleg yang juga bertarung.

Ketika sudah terpilih, pada periode berikutnya agak sedikit santai. Tak lah seperti pertama. Kenapa sedikit agak santai? Karena, ia turun ke lapangan tak lagi gunakan uang sendiri, melainkan dibiayai oleh negara. Di sinilah letak kenapa incumbent susah dikalahkan.

Ia pun membongkar rahasia incumbet selalu terpilih. “Coba bayangkan, untuk anggota DPR RI di luar gajinya, setiap reses itu Rp450 juta. Setahun ada enam kali reses.

Itu di luar akomodasi dan transfortasi. Bisa bar bur bar bur ngabiskan duit negara sebanyak itu. Itu baru reses. Belum lagi biaya pulang ke dapil, sekali turun Rp 240 juta untuk delapan kali. Ini semua uang negara,” ungkapnya sambil seruput kopi.

Belum lagi bermitra pembangunan dengan proyek dari pusat. Setiap anggota Dewan ada jatah paket. Misalnya, paket bantuan untuk kelompok tani, nelayan, dsb. Setiap anggota DPR RI ada jatah paket itu.

“Jangan heran bila anggota DPR turun lapangan, selalu memberi bantuan ke konstituennya. Duit siapa yang dipakai, duit negara,” ujarnya.

Itu DPR RI ya, bagaimana dengan anggota DPRD Provinsi. Mirip-mirip juga. Cuma, tak lah semelimpah DPR RI. Dewan provinsi sekali turun reses Rp 150 juta untuk tiga kali setahun. Lumayan juga ngabiskan uang segitu bila turun. Satu lagi rahasianya, dana pokok pikiran (Pokir).

Dulu dikenal dana aspirasi. Setiap dewan dana pokirnya Rp 8 miliar setiap tahun. Pokir ini bukanlah diserahkan ke Dewan dalam bentuk cash, bukan. Setiap Dewan boleh mengusulkan anggaran senilai Rp8 miliar itu. Pelaksananya tetaplah Pemda.

“Uang Rp 8 miliar bila ia pecah menjadi proyek PL di bawah Rp 200 juta, mau berapa paket. Atau, ia ngusulkan dana hibah. Ia bisa kasihkan ke setiap desa, kelompok tani, nelayan, rumah ibadah, apa saja. Delapan miliar lho.

Di sinilah Dewan bisa berbuat atau menunaikan janji nyatanya di lapangan. Duit siapa itu, duit negara. Duitnya sendiri, aman,” bebernya sambil tersenyum.

Coba perhatikan dewan incumbent, tenang-tenang saja jelang Pemilu. Selain sudah sangat paham bertarung di lapangan, ia tak begitu risau biaya kampanye. Kerja nyatanya jelas di lapangan. Orang masih berjanji, dewan incumbent sudah banyak bukti.

“Kalau ada Dewan incumbent tak terpilih, itu memang sudah takdirnya. Bisa saja uang yang diamanahkan negara padanya tidak dimanfaatkan secara maksimal di lapangan. Kalau dimanfaatkan maksimal, hampir dipastikan bisa terpilih lagi,” katanya.

Satu kunci dari Dewan ini agar bisa ngalahkan incumbent, usaha harus lebih ekstra. Kemudian, caleg urutan 1 sampai ke paling bawah itu harus kompak. Sama-sama berjuang, tak sendiri-sendiri. Kalau yang berjuang keras nomor satu saja, sementara di bawahnya banyak diam, berat terpilih.

Pemilih itu paling senang mendapat sesuatu, misal diajak makan, sumbang hadiah, sumbang aja saja terserah. Asal jangan hanya ngomong saja. Usaha turun ke lapangan diperbanyak.

Menyapa warga. Semua itu butuh biaya besar. Makanya, untuk bisa duduk di kursi dewan butuh perjuangan dan pengorbanan yang besar. Selebihnya serahkan pada Tuhan.

 

 

#camanewak