FOTO : Ria Norsan berlatar belakang bangunan Kantor Gubernur Kalimantan Barat [ AI/poto hanya pemanis ]
Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]
TIKTOK seperti dipenuhi senyum pepsodent Ria Norsan. Seolah-olah balas deman setelah banyak akun yang beberapa minggu terakhir terus menghantam dirinya.
Pada Jumat tadi (26/9/2025), senyum manisnya menghiasi media sosial. “Inyan ke, Bang?” tanya orang Sambas. Ia seperti mengumumkan ke publik, bersih dari tuduhan korupsi. Sambil ngopi tanpa gula, simak narasinya, wak!
Biasanya kalau rumah pejabat digedor KPK, suasananya mirip kiamat kecil. Gorden ditutup, wartawan diusir, wajah pucat pasi, keluarga sembunyi di balik lemari. Tapi Ria Norsan, Gubernur Kalbar justru tampil seperti pemenang kontes senyum nasional.
Senyum simpulnya merekah, seakan kamera wartawan itu bukan menyorot penggeledahan KPK, melainkan launching iklan pasta gigi terbaru, Senyum Pepsodent Edition.
Pada Kamis (25/9), KPK benar-benar masuk ke rumah pribadinya di Jalan Pangeran Natakusuma, Gang Erlangga, Pontianak. Bukan cuma di sana, rumah dinas Bupati Mempawah dan pendopo gubernur pun tak luput dari penggeledahan.
Sembilan orang tim KPK plus dua petugas Polda Kalbar, tiga mobil, dan segudang rasa penasaran ikut meramaikan suasana. Tetapi hasilnya? Nihil. Kosong. Seperti lembar jawaban mahasiswa yang lupa bawa pulpen saat ujian.
Norsan pun dengan tenang bilang, “Alhamdulillah, di tiga lokasi itu tidak ada yang didapatkan.” Ucapannya terdengar lebih mirip laporan kemenangan ketimbang klarifikasi kasus korupsi. Apalagi ketika muncul isu koper hitam yang dibawa petugas. Publik menduga koper itu penuh dokumen rahasia, emas batangan, atau minimal kuitansi pembelian nasi kotak proyek jalan.
Eh ternyata? Koper itu kosong. Betul-betul kosong. Isinya cuma sejarah. Kata Norsan, dulunya koper itu dipakai untuk menaruh pakaian bekas yang mau disedekahkan. Sebuah drama hiperrealistis, penyidik KPK mengira menemukan bukti, ternyata hanya amal jariyah yang tertunda.
Soal kerugian negara, cerita makin seru. Jubir KPK, Budi Prasetyo, pada Mei 2025 bilang, “Kerugian negara diperkirakan mencapai kurang lebih Rp 40 miliar.” Angka yang fantastis, setara modal bikin tugu durian raksasa di tiap kecamatan. Tapi Norsan membantah habis-habisan.
“Itu media yang buat tuh. Ndak ada rilis KPK soal angka itu. Dari BPK atau BPKP pun belum ada.” Kalimatnya penuh keyakinan, seolah-olah Rp 40 miliar hanyalah angka fiksi hasil imajinasi wartawan gabut.
Di titik ini rakyat jadi filsuf dadakan. Kalau KPK bilang ada kerugian, tapi gubernur bilang tidak, siapa yang benar? Apakah kebenaran itu absolut, ataukah relatif tergantung siapa yang tersenyum paling manis di depan kamera? Plato pasti geleng-geleng kepala melihat logika Pontianak.
Norsan juga menegaskan, dirinya bukan tersangka, melainkan masih saksi. Status ini ia ulang-ulang seperti mantra. “Sampai hari ini status saya masih saksi. Saya welcome, apa yang ditanya saya jawab.” Benar saja, sejak 2018 ia sudah pernah diperiksa KPK untuk kasus yang sama. Tahun 2025 ini, kasus itu dibuka lagi lewat surat perintah penyidikan baru. Ibarat sinetron lama yang diputar ulang dengan judul sedikit berbeda.
Ia bahkan membantah isu pertemuannya dengan Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, disebut-sebut untuk cari perlindungan. Menurutnya, itu hanya urusan politik dan ketahanan pangan, bukan soal hukum. Dengan kata lain, jangan campuradukkan beras dengan berkas.
Lalu bagaimana dengan para pendukungnya? Mereka jelas lega. Bayangkan, di tengah rumor angka Rp 40 miliar, rekening yang sempat diblokir, koper misterius, hingga isu bertemu Prabowo, pada akhirnya publik mendengar satu kalimat penyelamat, “Status saya masih saksi.” Itu seperti kabar hujan turun setelah musim kemarau panjang.
Begitulah, dari penggeledahan ini lahir sebuah drama epik, koper kosong yang dikira bukti, senyum Pepsodent yang mengalahkan tegangnya KPK, serta angka Rp 40 miliar yang masih bergentayangan seperti hantu tanpa alamat. Pendukung Norsan boleh tenang, karena sang gubernur masih berdiri tegak, senyum tak pudar, dan yakin hukum akan berjalan sesuai prosedur.
Sebab pada akhirnya, kalau dunia politik sering terasa pahit, senyum itu obat manis yang bisa menyembuhkan apa saja, bahkan dugaan korupsi sekalipun.
“Tande, kursi gubernur yang kate budak latah maok diambek, tadak jadilah, Bang?”
“Mun, maseh cerite saksi, kursi masih aman diduduki Pak Norsan. Kecuali, jadi tersangka, wak” Ups
#camanewak