Dampak Aktivitas Tambang Bauksit yang Reklamasinya Mangkrak, Kalbar Terancam Bencana, Negara Diminta Tegas

FOTO : Ketua DPD KAHNI Kalbar, Raden Hoesnan [ ist ]

Tim liputan – radarkalbar.com

PONTIANAK – Pemerintah pusat telah menegaskan komitmen untuk memaksa perusahaan pertambangan bauksit di Kalimantan Barat melaksanakan reklamasi lahan pasca tambang.

Kemudian, sekaligus menindak tegas aktivitas pertambangan bauksit diduga ilegal yang dinilai telah menyebabkan kerusakan hutan dan lingkungan secara serius.

Penegasan ini muncul di tengah masih ditemukannya lahan bekas tambang bauksit yang dibiarkan terbuka, tanpa reklamasi, bahkan berada di kawasan hutan dan dekat dengan daerah aliran sungai (DAS).

Kondisi tersebut dinilai berisiko tinggi memicu banjir, longsor, dan krisis ekologis, terutama saat curah hujan meningkat.

Tak ayal, fenomena ini memantik, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Komite Advokasi Hukum Nasional Indonesia (KAHNI ) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Raden Hoesnan angkat bicara.

Lantas, dengan tegas ia mengingatkan pihak terkait, pembiaran kerusakan lingkungan akibat tambang yang tidak direklamasi dapat berujung bencana besar.

“Nah, seperti yang terjadi di sejumlah wilayah Sumatera dan Aceh, di mana degradasi hutan akibat aktivitas tambang dan pembukaan lahan memperparah banjir bandang dan longsor. Ini diduga akibat pembiaran. Jadi, jangan sampai hal ini terjadi di Kalbar,” ungkap pria yang dikenal cukup vokal ini.

Dibeberkan, berdasarkan data yang diterima pihaknya, untuk di Kalimantan Barat, pertambangan bauksit yang tidak disertai reklamasi menyebabkan hilangnya tutupan hutan, rusaknya struktur tanah, serta pendangkalan sungai akibat sendimentasi marak beberapa waktu belakangan ini.

Kondisi ini, ditandai dengan lubang-lubang bekas tambang yang dibiarkan terbuka juga berpotensi mencemari air dan membahayakan keselamatan warga, yang berada di Kabupaten Ketapang pada sejumlah kecamatan, Sanggau berada di beberapa kecamatan, dan sejumlah wilayah lainnya.

” Kita menilai lemahnya pengawasan terhadap reklamasi tambang bauksit ini. Dan ini akan berdampak jangka panjang bagi ekosistem dan masyarakat,” jelasnya.

Ditegaskan, lubang bekas tambang yang tidak direklamasi itu bom waktu. Hutan hilang, tanah rusak, sungai tercemar. Kalau ini terus dibiarkan, Kalbar bisa mengalami bencana ekologis seperti yang terjadi di Sumatera dan Aceh.

Menurut Hoesnan, reklamasi bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan upaya pemulihan lingkungan dan perlindungan keselamatan masyarakat.

Selain persoalan reklamasi, Hoesnan juga menyoroti diduga adanya aktivitas pertambangan bauksit ilegal di Kalbar belum lama ini. Aktivitas ini dilakukan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), tanpa dokumen lingkungan, serta tanpa jaminan reklamasi dan pasca tambang.

“Nah, aktivitas tambang ilegal memperparah kerusakan hutan karena tidak melalui pengawasan teknis dan lingkungan, serta berpotensi menimbulkan kerugian negara,” cetusnya.

“Tambang ilegal tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga menghilangkan hak negara dan masyarakat. Ini harus dihentikan,” sambungnya.

Dipaparkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, setiap pemegang IUP atau IUPK wajib melaksanakan reklamasi dan pasca tambang serta menempatkan dana jaminan reklamasi.

“Dalam UU tersebut mengatur terkait perusahaan yang tidak melaksanakan reklamasi dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, hingga pencabutan izin usaha. Ini untuk perusahaan yang legal,” terangnya.

Pemegang izin yang mengabaikan reklamasi setelah izin berakhir atau dicabut terancam pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar.

Pelaku pertambangan tanpa izin dapat dikenai sanksi pidana penjara dan denda sesuai ketentuan UU Minerba. Ketentuan ini juga diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang, yang mewajibkan pemegang IUP/IUPK menyusun serta melaksanakan rencana reklamasi dan memastikan lahan bekas tambang dipulihkan sesuai peruntukannya.

Pria berambut panjang ini menilai penegakan aturan reklamasi dan penertiban tambang ilegal di Kalbar harus dilakukan secara konsisten agar tidak berujung bencana.

“Kalau reklamasi diabaikan dan tambang ilegal dibiarkan, kita hanya menunggu waktu sampai bencana datang. Negara tidak boleh kalah oleh kepentingan tambang,” kata dia.

Hoesnan menambahkan penertiban tambang bauksit dan kewajiban reklamasi merupakan langkah pencegahan bencana sekaligus bentuk tanggung jawab terhadap keberlanjutan lingkungan dan keselamatan masyarakat Kalimantan Barat.

“Kita sudah mempersiapkan data-data pertambangan atau aktivitas bauksit yang beroperasi terindikasi ilegal. Dan akan segera menyerahkan data-data tersebut ke APH di Jakarta,” bebernya.

“Mesti ditertibkan. Bisa saja saat ini, para pemain tambang ini merasa aman. Tapi, kita yakin seiring dengan pergantian pucuk pimpinan instansi tertentu nantinya. Maka Presiden RI akan tegas menindak oknum-oknum ini. Kita tunggu saja nanti, ini akan menjadi atensi, termasuk di Kalbar,” pungkasnya. [ red ]

Share This Article
Exit mobile version