Tim Indek “K” Sekadau Monev ke Sejumlah PKS, Ini Hasilnya

FOTO : Tim Indeks “K” Kabupaten Sekadau melakukan monitoring dan evaluasi (monev) pada sejumlah PKS yang ada di Kabupaten Sekadau (Sutar)

Pewarta : Sutarjo

radarkalbar.com, SEKADAU – Carut marut tata niaga tandan buah segar (TBS) pada sejumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Kabupaten Sekadau kian memprihatinkan.

Pasalnya terindikasi masing-masing PKS mematok harga sendiri-sendiri. Kondisi ini, akhirnya memunculkan persaingan yang tidak sehat antar PKS.

Tak ayal, sudah barang tentu hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 63 Tahun 2018 dan Surat Edaran (SR) Gubernur Kalbar no : 525/3639/DISBUNAK/X/2021 tanggal 15 Oktober Tahun 2021 tentang penegasan tataniaga TBS kelapa sawit.

Untuk mengatasi hal itu tim dari Indeks “K” kabupaten Sekadau melakukan monitoring dan evaluasi (monev) di sejumlah PKS yang ada di Kabupaten Sekadau.

Hasil monev tersebut memang ditemukan ada hal kurang pas dalam tata niaga TBS, sebab banyak ditemukan pihak perusahaan bekerjasama dengan vendor dan badan usaha (CV). Sehingga kelembagaan petani seperti KUD sudah banyak yang bubar.

Keadaan ini perlu ada perbaikan agar kelembagaan petani bisa tumbuh kembali.

Bahkan, dari semua PKS yang ditemui oleh tim, semua mengaku kekurangan bahan mentah untuk diolah. Sehingga pengolahan di PKS hanya bisa beberapa jam saja.

Seperti halnya ditemukan di PKS PT. Parna Agro Mas (PAM). Dimana menurut pengakuan Manager PKS perusahaan itu, Hendrikus mengatakan, dalam sebulan pabrik mereka hanya beroperasi sekitar 20 jam. Artinya, sehari hanya bisa mengolah beberapa jam saja. Hal ini diakibatkan kurang pasokan TBS.

“Dalam sebulan kita hanya mampu beroperasi PKS kurang lebih 20 jam, jika dibagi 25 hari makanya Satu hari kita hanya operasi 0,8 jam rata perhari, akibat kurangnya pasokan TBS,” kata Hendrikus.

Menanggapi hal ini Plt Kepala Bagian Ekoomi (Kabag Ekon) Setda Sekadau, Fran Dawal mengatakan pihaknya akan mencari solusi terkait keluhan semua PKS.

Makanya,dalam waktu dekat ini kita akan digenahkan semua tata niaga TBS.

Pihaknya juga akan mendorong agar pihak perusahaan bisa melakukan kemitraan dengan kelembagaan petani, baik KUD maupun kelompok tani swadaya.

Tujuannya, agar petani bisa menikmati harga TBS sesuai dengan harga ketetapan dari pemerintah. Bukan,harga pasar yang dinilai menguntungkan segelintir orang, dan petani tidak merasakan apa-apa, tanpa ada edukasi dan pembinaan dari perusahaan, akibat liarnya tata niaga.

“Kalau petani bermitra dengan perusahaan, maka kesulitan petani seperti sarana transportasi bisa di perbaiki jika ada kerusakan, tapi kalau tataniaga nya saja sudah carut marut, maka lambat laun jalan petani bisa hancur, karena petani sudah menjual TBS secara person, tidak lagi memikirkan kelembagaan,”kata Dawal.

Makanya sambung dia, kedepan tata niaga TBS bisa lebih baik, pihaknya \ juga mendorong agar perusahaan bisa memaksimalkan HGU yang ada, tentunya dengan cara pola bapak angkat dengan petani.

Artinya, lahan yang belum di kelola oleh masyarakat namun masuk dalam HGU, hendaknya dimanfaatkan dengan pola kerja bapak angkat. Untuk itu, perusahaan tidak kesulitan mencari bahan mentah untuk olahan PKS.

“Selain itu kita juga meminta agar semua perusahaan bisa konsisten melaksanakan Coporate Social Responsiblity (CSR), karena pemerintah saat ini tengah mendorong terbentuknya tim

CSR,”kata Dawal.

Pertemuan tersebut dipandu oleh Kepala Bidang Perkebunan Dinas Ketahan Pangan, Pertanian, Perkebunan, perternakan dan Perikanan (DKP P4) .

Sementara, perwakilan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Kabupaten Sekadau Sudarno juga meminta agar perusahaan bisa merajut kembali kerjasama dengan kelembagaa petani.

Karena, mau tidak mau harus diakui bahwa ada perusahaan yang membeli TBS kepada pihak ketiga atau vendor maupun CV.

Untuk itu pihaknya akan terus mendorong agar petani dan perusahaan bisa bermitra bukan hanya saat jual beli TBS, tetapi lebih dari cuma kerjasama seperti itu.

“Perusahaan harus menjadi bapak angkat dari kelembagaan petani, baik itu kelembagaan seperti KUD maupun pada kelompok tani mandiri. Itu yang kita dorong agar, kedepan petani bisa merasakan nikmatnya harga TBs sesuai ketentuan harga dari pemerintah,”sarannya.

Sementara, Perwakilan dari PT. Kalimantan Sanggar Pusaka (PT KSP) Agro, Suwarno mengatakan saat ini pihak sangat kesulitan bahan mentah TBS. Padahal jika dihitung dengan jumlah lahan yang sudah produksi, baik lahan inti maupun plasma ada 17 ribu hektare.

Namun, mirisnya dalam satu hari hanya ada 120 sampai 3 ratus ton TBS yang di kirim ke PKS perusahaan tersebut.

“Kami hanya menerima sekitar 120 ton, ditambah hasil kebun inti artinya ada sekitar 2 sampai 3 ratus ton, sedangkan kapasitas PKS miliknya yakni 60 ton perjam,”keluhnya.

Lantas kemana hasil buah petani yang selama ini yang bermitra dengan PT KSP? padahal menurut dia, pihak mereka yang menanam, membuat jalan sampai berhasil seperti sekarang.

” Akan tetapi PKS kami tidak dapat kebagian TBS,” keluhnya.

Isu yang beredar sambung dia, para petani enggan menjual TBS melalui KUD, karena adanya potongan yang cukup besar. Adapun potongan itu, masing-masing biaya perbaikan jalan oleh KUD, sehingga petani tidak mau menjual TBS melalui KUD untuk potongan tersebut.

Itulah penyebab hancurnya kelembagaan petani. Sehingga berakibat bubarnya kelembagaan tersebut, akibat ketidakpercayaan petani kepada pengurus KUD.

Untuk itu ia meminta agar pemerintah daerah kabupaten Sekadau bisa memberikan solusi terkait hal ini, sebagai perusahaan yang bermitra langsung dengan petani pihak siap bermitra dengan KUD maupun kelembagaan petani swadaya.

Ia mengaku, pihaknya tidak ada kerjasama dengan vendor atau CV.

“Perusahaan kami hanya mengandalkan, kemitraan dengan KUD dan hasil panen TBS milik Inti,” tegasnya.

Editor : Antonius