Pelaku Cabul Itu Dipecat Partainya Sendiri

Oleh : Rosadi Jamani [Dosen UNU Kalbar]

MENUNTUTNYA di pengadilan, butuh waktu bertahun-tahun. Bisa-bisa ujungnya damai. Cukup diselesaikan secara kekeluargaan.

Tapi, ini soal moral, anak di bawah umur, wak. Apakah terus dibiarkan? Gimana kalau menimpa anak ente sendiri? Untungnya, partainya sendiri mendengar suara publik.

Dipecat dari anggota partai. Soal hukum, biar terus berjalan.

Mari kita bahas lagi, kader PKS, tersangka cabuli anak di bawah umur yang sempat dilantik anggota DPRD Singkawang.

Kali ini, kisah yang datang dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini ibarat sinetron “Dosa di Balik Jas Partai,” lengkap dengan soundtrack penuh haru, kesal, dan satire.

Mari kita cermati. Si inisial HA, kader PKS sekaligus anggota DPRD Singkawang yang diduga melakukan tindakan asusila terhadap anak di bawah umur, kini sudah dicabut keanggotaannya dari partai dan posisinya di DPRD.

Sebuah langkah tegas yang bisa kita apresiasi. Meski rasanya seperti menunggu hari penghakiman karena sudah “digosok-gosok” oleh masyarakat.

Momen paling menarik adalah saat HA berupaya menjadi korban. Lho, kok bisa? Ini salah satu talenta politik yang luar biasa.

Ditetapkan sebagai tersangka, tapi masih sempat-sempatnya memainkan peran “Aku Korban Kriminalisasi!” Padahal, jelas-jelas korban yang sesungguhnya adalah anak yang tidak bersalah itu.

Nyatanya, ia berusaha membalikkan keadaan dengan memakai jasa pengacara kelas atas. Luar biasa sekali ya, sampai pelaku bisa punya pengacara sekelas superhero pengacara Marvel!

Tetapi apa boleh buat. Kebenaran tak kenal kompromi. Partai langsung mengeluarkan ultimatum dan HA pun didepak. Ibarat peserta audisi yang langsung dieliminasi tanpa babak kedua.

Ini yang perlu diingat, jangan sampai yang bersalah ini diberi panggung lagi, karena bukan tak mungkin muncul dengan partai baru, bergaya ala pejuang keadilan yang “dizalimi.”

Pak Aher dari PKS pun sudah menegaskan, tidak ada ruang untuk tindakan asusila dalam partainya. Mungkin HA lupa kalau PKS singkatan dari Partai Keadilan Sejahtera, bukan Partai Kelakuan Sempoyongan.

Ini mengingatkan kita bahwa jabatan dan titel tidak menjamin perilaku seseorang. Bisa jadi sudah memakai jas rapi dengan logo partai, tapi kelakuan masih kayak orang mabuk di jalanan.

Yang perlu kita garis bawahi, korban sesungguhnya adalah anak yang mengalami peristiwa tragis ini. Jangan sampai kita terjebak dengan drama dan narasi yang dibangun, sementara korban justru terlupakan.

Kalau ada yang berani berkoar soal “kriminalisasi” atau sejenisnya, mari kita sampaikan satu kalimat: “Kriminalisasi itu apa, Mas? Kok main peran ganda?”

Akhir kata, kasus ini mengajarkan bahwa tidak peduli seberapa canggih retorika dan seberapa kuat panggungnya, kebenaran selalu menemukan jalannya sendiri.

Kader yang bermasalah mungkin bisa menipu diri sendiri, tapi tidak akan pernah bisa menipu hati nurani masyarakat.

Kita semua berharap, kasus ini bisa menjadi pengingat bahwa jabatan hanyalah sementara, tapi moral adalah harga mati.

#camanewak