FOTO : Anggota DPRD Sambas berpoto bersama usai melaksanakan RDP dengan Dinas KLHK Provinsi Kalimantan Barat [ ist ]
redaksi – RADARKALBAR.COM
SAMBAS – Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah hulu Sungai Sambas, tepatnya di Kabupaten Bengkayang, diduga kuat menjadi penyebab pencemaran air yang berdampak serius terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Air sungai yang selama ini menjadi sumber kehidupan kini berubah warna, berbau tak sedap, dan memicu gangguan kesehatan pada warga.
Mengutip mediakalbarnews.com jaringan radarkalbar.com menyebutukan hasil uji laboratorium yang disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalbar, Adi Yani, menunjukkan kadar Chemical Oxygen Demand (COD) dan Dissolved Oxygen (DO) yang melebihi ambang batas.
Hal ini menandakan kualitas air sudah tidak layak konsumsi maupun digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
“Secara ilmiah, ini mengindikasikan pencemaran berat. Kandungan zat kimia yang tinggi di air Sungai Sambas bisa menimbulkan risiko infeksi dan penyakit kulit,” kata Adi Yani dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama DPRD Kabupaten Sambas, Dinas Perkim LH, dan Kepala Desa Semanga, yang berlangsung di Kantor DLHK Kalbar.
Warga di sepanjang aliran sungai mengaku mengalami gatal-gatal dan iritasi setelah menggunakan air sungai untuk mandi dan mencuci.
Bahkan, sebagian lainnya melaporkan adanya infeksi ringan hingga berat yang diduga berasal dari paparan limbah tambang.
Ketua DPRD Sambas, H. Abu Bakar, yang memimpin langsung pertemuan tersebut, menegaskan pemerintah daerah tidak bisa lagi menutup mata.
Ia mendesak agar Pemprov Kalbar segera mengambil langkah tegas terhadap aktivitas PETI yang merusak ekosistem dan mengancam kesehatan warga.
“Ini bukan sekadar pencemaran. Ini krisis lingkungan dan darurat kesehatan. Masyarakat di hilir menjadi korban praktik tambang ilegal yang tidak terkendali di hulu,” tegasnya.
Sementara, Wakil Ketua Komisi III DPRD Sambas, Rahmadi, menganggap situasi ini sudah berada di level mengkhawatirkan.
“DLHK harus bertindak cepat. Ini sudah gawat. Rakyat tidak bisa terus mandi air tercemar. Pemerintah juga perlu mengirim bantuan air bersih dan layanan kesehatan ke desa-desa terdampak,” cetusnya.
Ironisnya, wilayah yang kini diduga sebagai titik awal pencemaran sempat diusulkan menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), untungnya belum mendapat persetujuan dari Kementerian ESDM.
Di tengah proses izin yang mandek, tambang-tambang liar tetap berjalan tanpa kendali.
DPRD Sambas mendesak Gubernur Kalimantan Barat agar tidak hanya mengirim surat ke kementerian terkait, tetapi juga turun langsung ke lapangan untuk melakukan penertiban.
“Tanpa upaya serius, bencana ekologis ini dikhawatirkan akan terus meluas dan memperparah penderitaan warga di sepanjang Sungai Sambas,” pungkasnya. [ Ray/MK ]
Editor : Herman M
Publisher : admin radarkalbar.com