FOTO : Saat massa bayaran menggelar aksi di Jakarta [ist]
Tim liputan – radarkalbar.com
PONTIANAK – Sejumlah kalangan menilai aksi demonstrasi yang digelar segelintir orang, berlangsung di Gedung Dewan Kehormantan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan KPK RI membawa-bawa nama Kabupaten Sambas, pada Jumat (21/6/2024) penuh kejanggalan.
Kejanggalan itu, terlihat karena aksi itu dilakukan oleh massa yang diduga dibayar.
Massa tersebut bukan warga Kalbar. Bahkan bukan pula warga dari Kabupaten Sambas.
Tak cukup sampai disitu, koordinator lapangan (korlap) aksi demonstrasi, berasal dari kelompok dari Purwakarta dan Maluku.
Untuk korlap yang membuat organ Lembaga Pemantau Pilkada (LPP) adalah Yudha Dawami Abdas yang merupakan alumni STAI Ez Muttaqin Purwakarta. Kelompok ini berdemo di Dewan Kehormantan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jumat (21/06/2024).
Lantas pada hari yang sama, dengan menggunakan mobil komando yang serupa, kelompok yang membuat nama Forum Komunikasi Mahasiswa Perbatasan (FKMP) berdemonstrasi di KPK.
Praktisi Hukum Universitas Muhammadiyah Pontianak, Denie Amiruddin SH Mhum menyoroti kejanggalan demonstrasi itu.
“Jangan sampai demo itu menggunakan instrumen hukum untuk kepentingan politis. Apalagi jika ada dugaan menggunakan massa bayaran,” kata Denie Amiruddin, Minggu (22/6/2026).
Menurutnya, massa yang orasi bukan berasal dari masyarakat Kabupaten Sambas dan masyarakat Kabupaten Sambas dalam kondisi aman dan kondusif menjelang Pilkada 2024.
“Demo oleh massa dari provinsi lain, akan menimbulkan tanda tanya. Mengapa dan apakah ada yang menggerakkan. Sementara masyarakat Sambas ingin tetap tenang dan damai dalam melaksanakan demokrasi Pilkada 2024,” kata Denie.
Selain itu, kata dia, isu yang dipersoalkan juga sangat tidak masuk akal dan bertendensi politis.
“Demo boleh saja, tapi jangan gunakan instrumen hukum untuk tindakan keji menjatuhkan lawan politik,” kata Denie.
Seperti diketahui, massa LPP mendemo DKPP, Jumat (21/6/2024). Mereka mengajukan tiga tuntutan antara lain mendesak DKPP untuk mengadili KPU dan Bupati Sambas, segera menonaktifkan KPU Sambas dan mendesak DKPP membentuk Satgas Pencegahan Mobilisasi Birokrasi dan Intervensi Kekuasaan bagi Calon Petahana pada Pilkada 2024.
Kemudian, pada hari yang sama, namun jam berbeda. Massa mengatasnamakan FKMP berdemo di depan Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kuningan, Jakarta Selatan.
Isu yang dimunculkan adalah dugaan kasus korupsi pembangunan SDN 02 dan SDN 08 Pemangkat serta pembangunan Waterfront di Kabupaten Sambas.
“Tuntutan terkait pelanggaran kode etik Komisioner KPU Kabupaten Sambas dan Bupati Sambas saat launching pilkada Bupati dan Wakil Bupati, aneh. Hal itu tidak masalah karena telah menjadi tahapan dalam Pilkada Sambas 2024. Dan kehadiran Satono adalah selaku Bupati Sambas dan masih menjalankan tugas bupati yang tersisa masih dua tahun lebih,” kata Denie.
Untuk itu, lanjutnya, sangat wajar apabila bupati harus memastikan agar Pilkada Sambas terselenggara sesuai mekanisme, sejak proses awal hingga akhir.
Terpisah, salah seorang tokoh masyarakat Kabupaten Sambas, Anwari SSos MAP mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, terutama aparat hukum di Kalbar yang menjaga kondusivitas di Kabupaten Sambas.
“Dalam setiap perhelatan Pilkada di Sambas, selalu kondusif. Kita harapkan pada 2024 juga sama dan tidak ada yang membuat kekacauan,” kata Anwari yang juga legislator Kabupaten Sambas ini.
Anwari menilai demonstrasi yang janggal di Jakarta oleh orang-orang bukan warga Sambas, penuh tanda tanya.
“Berpolitiklah yang santun, jangan menggunakan cara-cara kotor. Berkompetisilah yang sehat dalam berdemokrasi. Pembuat onar boleh ditangkap,” jelas Anwari.(rn7/r***)