Ditanggapi Langsung Stafsus Menko AHY

Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]

TULISAN saya yang berjudul “Misteri SHM di Laut Tangerang, AHY Pun Tak Tahu,” diposting sekitar jam lima subuh tadi.

Beberapa jam kemudian, langsung ditanggapi oleh Dr Herzaky Mahendra Putra S Sos MM, Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Ia tanggapi tanggapi lewat pesan di WA. Pria kelahiran 1979 ini tak mau junjungannya dipersepsikan negatif dalam skandal pagar laut. Lumayan juga ia ngetik di WA.

Saya mengelaborasi tanggapan pria berdarah Sambas Kalbar itu sebagai berikut. Fenomena sertifikat tanah di atas laut telah menjadi sorotan publik, memunculkan berbagai pertanyaan dan spekulasi.

Salah satu tokoh yang menjadi sorotan dalam isu ini adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mantan Menteri ATR/BPN. Meski isu ini berkembang luas, Herzaky memberikan penjelasan mendalam mengenai bagaimana sebenarnya sistem kerja penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM).

Menurut Herzaky, HGB yang dipermasalahkan diterbitkan oleh BPN Kabupaten Tangerang pada Agustus 2023, jauh sebelum AHY menjabat sebagai Menteri ATR/BPN pada Februari 2024.

Ia menjelaskan bahwa HGB atau SHM bisa diterbitkan di berbagai tingkatan kabupaten/kota, provinsi, atau pusat, tergantung pada ukuran tanah dan aturan yang berlaku.

“Kalau semua sertifikat harus diurus di tingkat pusat, prosesnya akan menjadi sangat panjang, bahkan bertahun-tahun hanya untuk satu sertifikat. Ini tentu akan menimbulkan protes dari masyarakat karena lambatnya pelayanan,” jelas Herzaky.

Sebagai informasi, HGB adalah hak turunan dari SHM. Pemilik SHM memiliki wewenang untuk mengalihkan haknya menjadi HGB. Dalam hal ini, keputusan penerbitan berada pada level kabupaten, sehingga tidak seluruhnya diketahui oleh kementerian di tingkat pusat.

Herzaky menegaskan, jika AHY hanya berfokus mengecek sertifikat yang diterbitkan pada masa sebelumnya, yang jumlahnya hampir mencapai 100 juta sertifikat, dalam delapan bulan masa jabatannya, maka tugas utama kementerian akan terbengkalai.

“Padahal, ada tugas besar lain seperti pendataan tanah dan penerbitan sertifikat untuk rakyat, yang mencapai 8 juta bidang di era AHY,” tambahnya.

Di bawah kepemimpinan AHY, Herzaky memaparkan bahwa ada perubahan signifikan dalam sistem pelayanan pertanahan. Salah satunya adalah digitalisasi data tanah dan penerbitan sertifikat elektronik.

Dari hanya 10 kantor BPN yang dapat melayani sertifikat elektronik di era sebelumnya, AHY berhasil meningkatkan jumlahnya menjadi 465 kantor di seluruh Indonesia dari total 486 kantor BPN yang ada.

“Kantor-kantor ini terkoneksi secara online dengan sistem pusat, bahkan terhubung ke satelit. Masyarakat kini bisa mengecek daerah mana saja yang sudah memiliki sertifikat, termasuk mengakses data tanah yang sebelumnya masih manual. Dengan sistem ini, tumpang tindih sertifikat bisa dihindari,” jelas Herzaky.

Ia juga menggarisbawahi bahwa keberhasilan ini tidak diraih dengan mudah. Resistensi terhadap perubahan besar ini sangat kuat di awal, namun kerja keras AHY dan timnya membuahkan hasil signifikan.

Saat ini, kasus HGB di atas laut sedang diinvestigasi lebih lanjut. Herzaky menjelaskan, jika penerbitannya terbukti tidak sesuai dengan aturan, maka sertifikat tersebut dapat dibatalkan.

Ia juga menegaskan komitmen Menteri Nusron dan Menko AHY untuk menindak pihak-pihak yang terkait dengan penerbitan HGB tersebut.

“Jabatan-jabatan yang bertanggung jawab dalam penerbitan ini sudah disebutkan secara jelas di publik. Di antaranya adalah juru ukur dari Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB), kasie pengukuran, kasie penetapan dan pendaftaran tanah, serta kepala BPN Kabupaten Tangerang, yang memasuki masa pensiun beberapa bulan setelah sertifikat tersebut diterbitkan,” ungkap Herzaky.

Melalui sistem digital yang dikembangkan, keterbukaan informasi semakin terjamin. Kasus HGB ajaib ini menjadi contoh bagaimana inovasi di era AHY memungkinkan masyarakat untuk mengakses informasi dengan lebih mudah dan transparan.

Herzaky menyimpulkan, “Jika ada pelanggaran, langkah tegas pasti diambil. Komitmen ini menjadi bukti bahwa pemerintah serius membenahi tata kelola pertanahan di Indonesia.”

Isu ini menjadi pengingat betapa pentingnya pengawasan dalam sistem pertanahan. Meskipun absurd, kasus HGB di laut menunjukkan bagaimana keterbukaan informasi dapat mengungkap masalah yang sebelumnya tidak terlihat.

Camane, wak. Kok jadi ingat nostalgia jadi wartawan lagi. Ada klarifikasi segala.

Mudahan nanti diajak ngopi oleh stafsus ni. Kate budak Pontianak, “Ade gak tu.”

#camanewak