FOTO : Rosadi.Jamani [Dosen UNU Kalimantan Barat]
BELUM lama ini saya ke Kota Sintang. Hidup warganya tenang dan damai. Cuma, hari ini kok heboh. Daerah kekuasaan Djarot Winarno ini tiba-tiba heboh.
Heboh bukan karena dapat Piala Liga Champion, tapi kota berubah jadi tumpukkan sampah. Baunya sampai terdengar ke Pontianak ni…
Sambil mengikuti rapat, saya nak ikut nimbrung kehebohan dengan ikon Bukit Kelam ini. Tiba-tiba kota ini berubah menjadi sebuah episode dari serial komedi bertema “Sampah Menyerang!” Ya, ente tidak salah dengar. Bukan lagi “Sintang Kota Bersinar”, melainkan “Sintang Kota Bertumpuk Sampah”.
Kantor Bupati Sintang dan Kantor DPRD Sintang kini jadi tempat peristirahatan akhir bagi berton-ton sampah. Mirip dengan festival seni instalasi, tapi dengan aroma yang… yah, sangat tidak artistik.
Mungkin ini cara baru mereka mencoba menarik wisatawan?
Bagi yang belum tahu, sampah ini bukan hasil dari pesta dadakan atau kerusuhan massal. Ini adalah puncak dari masalah yang sudah berlarut-larut. Semacam opera sabun berkepanjangan antara warga dan pemerintah, di mana sampah adalah bintang utamanya.
Begini ceritanya, wak. Warga Sintang, yang sudah lama gemas dengan lambannya penanganan masalah sampah, memutuskan untuk mengirimkan ‘hadiah’ spesial ke kantor bupati dan DPRD.
Berton-ton sampah ditumpuk dengan rapi di depan pintu mereka. Pesan tersiratnya: “Kami juga bisa, kok, bikin tumpukan yang menggunung!”
Bupati dan anggota DPRD pun kelabakan. Mereka yang biasanya disibukkan dengan rapat-rapat serius dan pidato berapi-api, kini harus berhadapan dengan gunungan sampah yang menandingi Monumen Nasional. Mereka pasti berpikir, “Apa ini ujian untuk jadi petugas kebersihan?”
Warga Sintang tentu tidak main-main. Mereka berharap tindakan ini bisa jadi sinyal kuat bagi para pejabat untuk segera membereskan masalah sampah. Kalau tidak, bisa-bisa kantor pemerintahan akan jadi TPS terbesar di Indonesia.
Dan siapa yang tahu? Mungkin nanti ada tour guide khusus yang menawarkan paket wisata “Keliling Sintang: Dari Birokrasi ke Tempat Pembuangan Akhir”.
Yang jelas, kisah ini menjadi bukti bahwa kreatifitas warga Sintang tak bisa dianggap remeh. Mereka mampu mengubah tumpukan sampah menjadi alat protes yang lebih efektif daripada spanduk atau demonstrasi.
Jadi, siapa bilang sampah tidak ada gunanya? Di Sintang, sampah justru jadi simbol perjuangan!
Sekian dari laporan kali ini. Jangan lupa, kalau ente jalan-jalan ke Sintang, bawa masker ya. Siapa tahu, aromanya masih ‘membekas’.
#camanewak