Ditetapkan Tersangka oleh Jaksa, Ketua DPRD Ketapang Akui Terkesan Dipaksakan

Ketapang (radar-kalbar.com) – Ketua DPRD Ketapang HMU resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Ketapang baru-baru ini.

Penetapan itu, terkait dugaan kasus gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang yang diduga merugikan negara hingga Rp4 miliar.

Mengutip suarakalbar.co.id, HMU yang hingga kini masih menjabat sebagai ketua DPRD kabupaten Ketapang tersebut mengaku status tersangka yang ditetapkan kepadanya terindikasi dipaksakan, karena diakuinya dari proses pemeriksaan dirinya sebagai saksi hingga penetapan status tersangka, dirinya dalam kondisi sakit dan dalam proses pengobatan di rumah sakit Telegorejo Semarang.

HMU mengaku kondisi sakitnya ini sudah diketahui pihak Kejaksaan Ketapang, baik secara lisan maupun surat yang menyatakan dirinya sakit. Lebih lanjut, dirinya menjelaskan, jika sesorang di dalam status sakit maka tidak dibenarkan status seorang tersebut ditetapkan tersangka, terlebih dirinya mengaku taat hukum dan kooperatif dalam memberikan penjelasan kepada instansi terkait yang menangani kasusnya ini.

“Suratnya resmi keterangan saya sakit kita serahkan ke Seketariat Dewan maupun ajudan saya. Saya heran kok saya ditetapkan menjadi tersangka, itulah yang menyebabkan saya keberatan, karena saya saya dalam memberikan keterangan dalam kondisi sakit,” terang HMU saat menggelar konferensi pers di Mapolres Ketapang, Senin (19/8/2019).

Dirinya sempat mengatakan beberapa indikasi penetapan dirinya menjadi tersangka oleh Kejaksaan Negeri Ketapang. Dijelaskannya lebih lanjut, ada ketersingungan pihak tertentu yang mana diriya jarang dapat menghadiri beberapa kegiatan Kejaksaan, dan diwakili oleh Wakil Ketua, sehingga ada ketersinggungan pihak tertentu sehingga penetapan tersangka oleh Kejaksaan terkesan dipaksaan. Ketidak hadiran dirinya ini diakuinya karena kondisinya yang sedang tidak sehat, sehingga tidak dapat menghadiri kegiatan tersebut.

“Ada keterkaitan seperti itu, keharmonisan disuatu kelembagaan suatu daerah, sebelum saya menjabat Ketua DPRD saya juga menjabat wakil Ketua DPRD, dan jabatan sehari –hari Ketua Komisi 1, artinya harus ada hubungan harmonis yang baik dengan semua institusi yang ada di Kabupaten Ketapang ini, baik Kepolisian, Kejaksaan, maupun pihak Kodim, maupun pengadilan, namanya Forkopinda, selama ini tidak ada masalah bagi saya. Ketersinggungan ini saya dengar, saya dapat informasi dari pihak tertentu seolah –olah saya mau dikondisikan oleh Kejaksaan, atas kode dari pak Kejati,” jelasnya.

HMU mengaku terkejut saat mendapat kabar ditetapkannya dirinya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Ketapang, bahkan  penggeledahan ruang kerjanya di DPRD dan adanya wacana pembongkaran rumah Dinas miliknya dirinya mengaku tidak mendapat pemberitahuan terelebih dahulu.

“Saya tidak mengetahui, hanya saya telephone pak Kasat, supaya rumah saya jangan digeledah, pemberitahuan pun tidak ada, rumah saya mau dibengkas, itu infonya dari Kejaksaan. Saya bukan teroris, kalau memang mengancam Negara silakan saja (periksa rumah saya),” bebernya.

Dana Rp.4 miliar

Anggota DPRD Ketapang tiga periode tersebut menceritakan dana Rp4 miliar tersebut merupakan dana titipan kepala daerah dalam hal itu bupati Ketapang  tahun 2017-2018. Ia menyebut dana itu dengan istilah “Anggaran Kebijakan”. Dana hasil dari keuntungan proyek aspirasi tersebut pun diakuinya hanya diketahui oleh dirinya selaku pengelola dana, bagian keuangan dan bupati itu sendiri.

“Mau tidak mau, suka tidak suka suka harus menyampaikan keuangan tersebut untuk apa.
Uang ini harus saya klarifikasi untuk apa saja, ini bukan untuk saya pribadi, ini untuk uang kebijakan. Ini langsung bupati, karena ada suatu kegiatan yang tidak bisa dikelola dalam APBD, pemberian sesuatu, tidak taulah siapa, pejabat tertentu siapa yang berkunjung ke daerah ini. Setiap pejabat yang tinggi berkunjung ke daerah ini, maaf omong, termasuk pemeriksa keuangan, pemeriksa kebijakan daerah tidak mungkin tidak ada imbalan tertentu, ada amplob, ada bingkisan tertentu, bingkisan itu apa lagi kalau tidak uang, itu tidak mungkin, itu namanya kebijakan, saya diminta untuk mengumpulkan uang itu, tapi bukan saya menyerahkan itu,” paparnya.

HMU mengungkapkan, dana Rp4 miliar itu tidak digunakan buat kepentingan dirinya pribadi namun hanya sebatas titipan bupati. Meski demikian ia mengaku  mendapat keistimewaan sebagai Ketua Komisi I waktu itu yakni mendapat dana aspirasi dua kali lebih banyak dari anggota dewan biasa. Sementara saat duduk di kursi ketua dewan ia bahkan mendapat jatah tiga kali lebih banyak dana aspirasi.

“Kalau dana aspirasi dewan satu tahun bisa mencapai Rp3 miliar setahun, saya tiga kali lipatnya,” akunya.

Meski tak memiliki bukti penyerahan uang, namun HMU memastikkan sudah memiliki saksi saat penyerahan uang tersebut kepada bupati kala itu. Ia bahkan mengatakan lokasi dimana saat memberikan uang tersebut.

“Pada tahun 2017 saya serahkan pada bupati 2 miliar 498  juta rupiah, sebelumnya 200 juta saya serahkan ke bupati, dan yang menerima sebagian juga ada ajudan, dan ditambah dibagian keuangan 885 juta,” uangkapnya.

Oleh karena Bupati Ketapang pada tahun 2017-2018 masih dijabat Martin Rantan, awak media meminta keterangan langsung terhadap yang bersangkutan. Saat dikonfirmasi di kediaman pribadinya, Bupati Ketapang Martin Rantan memastikan ia tidak mengetahui yang dimaksud kan Hadi HMU dengan istilah “Anggaran Kebijakan” atau “Dana Kebijakan” tersebut.

“Uang kebijakan daerah itu tidak ada, saya tidak mengetahui itu. Saya pikir tidak ada. Menerima itu kan harus ada buktinya, kalau tidak ada buktinya bagaimana? kan gitu,” ujar Martin Rantan.

Sebagai kepala daerah Kabupaten Ketapang Martin Rantan tidak mempersoalkan bahwa “bupati” diseret seret pada kasus yang menjadi perhatian warga ketapang itu. Ia pun menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum yang kini tengah berjalan.

Terkait dengan Jatah Aspirasi yang diterima HMU, Martin mengaku Kalau ia mengetahuinya. Namun Martin yang merupakan  Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Ketapang tersebut mengaku bahwa hal itu diluar kontrolnya sebagai kepala daerah.

 

 

 

Sumber : suarakalbar.co.id/Suara Ketapang