Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]
BAYANGKAN laut yang luas, biru, tak berbatas. Tempat ikan menari, kapal berlayar, dan angin bernyanyi. Tapi tunggu dulu, di tengah semua keindahan itu… ada pagar.
Pagar bambu. Berdiri kokoh, bak penjaga puri bawah air. Fungsinya? Entahlah. Melindungi terumbu karang dari maling? Mencegah paus kabur ke negara tetangga?
Cerita pagar laut memang sudah jadi drama nasional. Para taipan dikaitkan. Mulyono pun kena juga. Jangan-jangan yang suka ngopi di Jalan Merapi Pontianak pun “kena ugak,” kata Pak Udak.
Puncaknya, datanglah sang penyelamat bangsa, Presiden Prabowo. Dengan seruan mengguncang langit dan bumi, “Bongkar pagar itu!” Perintah yang tegas, lugas, dan epik. Rakyat bersorak. Lautan bergelora. Akhirnya, keadilan turun ke bumi. Tapi tunggu, epos ini tak semudah itu.
Di sisi lain, muncul Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, bak seorang filsuf yang menantang arus logika. “Jangan buru-buru. Siapa yang pasang pagar ini? Kita harus tahu dulu.
Jangan sampai ini dibongkar, tapi misterinya tetap jadi teka-teki sepanjang zaman.” Oh, betapa bijaksananya. Laut hanya bisa pasrah mendengar dua titah yang bertolak belakang.
Tiba-tiba, TNI Angkatan Laut masuk panggung, bagai ksatria berzirah baja, pedang terhunus. “Untuk rakyat, kami di depan!” tegas Brigjen Harry Indarto, dengan nada seperti sedang memimpin pertempuran terakhir di puncak Mahabharata. Pagar bambu itu? Tidak ada ampun. Dibongkar tanpa basa-basi, tanpa kompromi. Karena, presiden sudah bicara.
Tapi Trenggono tidak tinggal diam. “Apa-apaan ini? Itu barang bukti, bukan benda kenangan. Proses hukum belum selesai! Harusnya tunggu dulu,” serunya, seperti seorang jaksa yang terlambat masuk sidang.
Tapi, apa daya, sebagian pagar sudah lenyap. Lautan jadi panggung komedi, tempat menteri dan militer saling melempar logika.
Di tengah semua ini, satu pertanyaan tetap menggantung, seperti awan hitam di langit, siapa yang pasang pagar ini? Apakah ini ulah mafia laut? Proyek iseng developer properti yang salah koordinat? Atau mungkin… konspirasi global? Tak ada yang tahu. Yang pasti, pagar itu berdiri di sana, diam dan penuh misteri, sebelum akhirnya dibongkar secara heroik.
Bayangkan ironi ini, wak! Negeri dengan garis pantai terpanjang di dunia sibuk memperdebatkan pagar bambu. Lautan yang semestinya jadi sumber kekayaan malah berubah jadi arena drama politik tingkat dewa. Presiden bicara, menteri berpolemik, militer beraksi, sementara pagar itu, ah, dia hanya pagar.
Maka, wahai rakyat Nusantara, jika ente wak merasa hidup penuh beban, ingatlah ini, ada orang-orang di negeri ini yang sedang sibuk bertengkar soal pagar di laut. Ingat, pagar itu bukan tembok Cina, bukan pula benteng Troya. Ini hanya pagar bambu, tapi telah menggoreskan bab baru dalam sejarah absurd bangsa.
Akhir cerita? Kita belum tahu. Tapi satu hal pasti, drama ini akan dikenang sebagai salah satu epik terbesar yang pernah terjadi di laut kita. Karena, di Indonesia, absurd adalah seni, dan pagar laut adalah masterpiece-nya.
#camanewak