FOTO : Ilustrasi [ Ai ]
Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]
CERITA ijazah ini dikatakan bosan, tidak juga. Selalu bikin panas negeri. Prabowo udah bangun sana bangun sini, seperti tak ngefek, karena hot dari pertarungan Roy Suryo cs vs Jokowi and the gang.
Tetap yang viral duel RRT vs Termul baik di media mainstream, maupun medsos. Terkini, Roy memilih walkout, sementara Jokowi melenggang ke Singapura. Simak narasinya sambil seruput Koptagul, wak.
Aula PTIK sejak pagi sudah menunjukkan gelagat aneh, AC-nya dingin, tapi suasananya panas. Kursi-kursi tertata rapi seperti hendak menyaksikan konser klasik. Namun, energi yang masuk adalah energi persidangan Avengers lawan Power Rangers.
Tim Reformasi Polri duduk tenang di depan, dipimpin oleh Prof. Jimly yang wajahnya memancarkan aura “aku sudah melihat semuanya dan ini tidak mengejutkan”.
Di belakang, Roy Suryo dan kawan-kawan duduk dengan ekspresi seperti hacker yang siap membobol firewall negara. Mereka datang bukan untuk menjadi tamu, tetapi seperti pemeran utama yang tidak diberi skrip, lalu memutuskan improvisasi demi rating.
Acara berjalan tertib, hingga tiba sesi masukan publik. Tiba-tiba tangan-tangan di barisan belakang terangkat ke udara seperti antena parabola mencari sinyal. Panitia, dengan wajah datar khas petugas yang sudah kenyang drama, memberi tahu, mereka tidak dijadwalkan bicara.
Rismon langsung meledak seperti petasan korea. “Kami membawa argumen penting! Mengapa dibungkam?” Suaranya bergema, membuat mikrofon di podium merasa tersaingi. Jimly mencoba menenangkan suasana dengan kalimat sejuk setara AC 3 PK.
Ada anggota rombongan yang berstatus tersangka, jadi aturan forum membatasi partisipasi. Di sinilah filmnya berubah genre.
Roy berdiri perlahan. Ia seperti aktor utama yang siap mengucapkan monolog final. Ekspresinya gabungan antara kecewa, elegan, dan sinetron primetime. “Kalau begitu, kami keluar,” katanya, dengan intonasi yang tampaknya sudah dilatih di depan cermin kamar mandi.
Dalam hitungan detik, seluruh rombongan berdiri bersama, rapi betul seperti boyband yang baru menyelesaikan koreografi latihan. Faizal Assegaf sempat melontarkan dialog yang layak masuk trailer film. “Reformasi macam apa ini? Suara rakyat diblokir seperti wifi kos-kosan!” Pintu ditutup, gema keheningan menyergap ruangan. Forum masih jalan, tapi jujur saja, roh forum itu sudah ikut pergi bersama rombongan walkout.
Di luar, Roy memberikan keterangan pers dengan wajah serius, seolah baru saja dikeluarkan dari ruangan sidang Mahkamah Alam Semesta. Ia mengatakan diperlakukan seperti ancaman negara.
Rismon menambahkan bahwa mikrofon saja tidak diberi, sementara Jimly menegaskan bahwa forum ini bukan gelanggang debat kriminalisasi ijazah. Semua merasa benar, semua merasa tersakiti, semua merasa menjadi korban.
Singkatnya, drama politik kita selalu punya banyak pahlawan, dan tidak ada penjahat yang mau mengaku.
Sementara itu, tokoh yang menjadi jantung isu, Jokowi, justru sedang bebas menghirup udara internasional di Singapura. Ia hadir di Bloomberg New Economy Forum sebagai anggota dewan penasihat global, mungkin sambil merenung dalam hati, “Lah, ijazah lagi?” Ia dijadwalkan berpidato, ditemani ajudannya Kompol Syarif.
Yang bikin netizen geleng-geleng adalah kabar bahwa sebelumnya ia disebut perlu istirahat, tapi malah terbang ke forum internasional. Publik pun sibuk membuat teori konspirasi galaksi. Mungkin Jokowi ingin minum Koptagul di sana.
Begitulah, negeri ini berjoget dengan ritme takdir politik yang absurd. Satu walkout di Jakarta, satu walkout ke Singapura. Satu karena marah, satu karena undangan internasional.
Dua-duanya trending, dua-duanya jadi konsumsi publik, dan rakyat tetap menonton film gratis ini sambil menyeruput Koptagul, karena di tanah air tercinta ini, drama politik adalah hiburan paling stabil yang pernah ada.
“Kapan sih tamatnya cerita ijazah ini, Bang?”
“Tak bakalan selesai, wak. Isu ini terus dipelihara agar terus menyedot perhatian publik. Anggap saja teman ngopi.”
#camanewak
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
