Kepergian yang Menyisakan Kehidupan, 100 Hari Mengenang Istriku Siti Sudarsih

FOTO : Siti Sudarsih [ ist ]

PADA Kamis 18 September 2025, genap seratus hari sejak engkau, istriku tercinta Siti Sudarsih, meninggalkan kami untuk selama-lamanya.

Sejak 8 Juni 2025 itu, hidupku seakan terbelah dua, antara kenyataan yang harus kujalani bersama anak-anak, dan kerinduan yang tak pernah habis padamu.

Aku masih ingat jelas detik-detik terakhir di RSUD Soedarso Pontianak. Saat itu, aku menggenggam tanganmu erat, berusaha menyalurkan kekuatan, meski hatiku remuk.

Pendarahan otak yang menimpamu begitu cepat merenggutmu. Aku hanya bisa pasrah, karena Allah lebih mencintaimu. Namun, kehilangan itu terlalu besar. Aku kehilangan separuh jiwaku.

Rumah kita kini tak lagi sama. Setiap sudutnya menyimpan bayanganmu. Dapur tempat engkau menyiapkan masakan kesukaan anak-anak kini sepi.

Ruang keluarga yang biasanya ramai oleh suaramu, kini hanya menyisakan gema sunyi. Bahkan tempat tidur kita pun terasa dingin, seakan menolak kenyataan engkau tak lagi berbaring di sisiku.

Meski aku mencoba kuat, rasa hampa ini sering tak tertahankan. Dua anak kita, Tuah Dimas Prasiri dan Genta Media Jurnalis, menjadi alasan bagiku untuk tetap berdiri.

Mereka adalah titipanmu, warisan hidupmu yang paling berharga. Kadang, saat mereka tersenyum, aku melihat senyummu di wajah mereka.

Saat mereka tidur, aku merasakan kelembutanmu yang dulu selalu menghapus air mata mereka.

Seratus hari ini bukanlah sekadar hitungan waktu. Bagi kami, ini adalah seratus hari belajar hidup tanpa sosok yang selama ini menjadi penopang.

Seratus hari merawat rindu, seratus hari menata hati, dan seratus hari meyakini bahwa engkau kini beristirahat dengan damai di sisi Allah SWT.

Engkau adalah perempuan yang kuat, penuh kasih, dan penuh kesabaran. Engkau bukan hanya pendampingku, tetapi juga guru kehidupan bagi anak-anak kita.

Engkau mengajarkan arti ketulusan, keikhlasan, dan pengabdian. Nilai-nilai itu akan terus aku jaga, agar anak-anak kita tumbuh dengan jejak cintamu.

Hari ini, di seratus hari kepergianmu, aku ingin menegaskan doaku untukmu tak akan berhenti, bahkan sampai aku pun dipanggil pulang.

Semoga Allah SWT melapangkan kuburmu, mengampuni segala khilafmu, dan menempatkanmu di surga-Nya yang penuh cahaya.

Seratus hari sudah engkau pergi, namun bagiku engkau tidak pernah benar-benar hilang. Engkau hidup dalam doa, dalam kenangan, dan dalam darah daging anak-anak kita.

Al-Fatihah untukmu, istriku tercinta, Siti Sudarsih. 🌹 [ Muhammad Khusyairi ]

Share This Article
Exit mobile version