FW LSM Indonesia Pelototin Penggunaan Dana PEN Pinjaman Pemkot Singkawang

FOTO : Ketua FW LSM Indonesia Sukahar SH dan Penasehat Hukum FW LSM Indonesia, Sujanto SH (Ist)

Pewarta/sumber : Rilis FW LSM Indonesia/L/WDS

radarkalbar. com, PONTIANAK – Pemerintah Kota (Pemkot) Singkawang menggelontorkan dana sebesar Rp 6,9 Milyar dialokasi untuk peningkatan jalan (Jalan rabat beton) dengan concrete treated base (CTB).

Jalan yang dilaksanakan peningkatan itu, yakni ruas kawasan Terminal Induk hingga Simpang VIP Kota Singkawang. Namun tak disebutkan panjang dan lebar penanganan pekerjaan jalan tersebut. Sementara, pelaksana pada pekerjaan proyek ini di menangkan oleh PT. Anugerah senilai Rp 6.938.763.863,25

Menariknya, dana cukup fantastis itu dirogoh dari kantong dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sebelumnya dipinjam Pemkot Singkawang sebesar Rp 200 Milyar. Lantas dengan masa pembayaran selama 8 tahun dari APBD Pemkot Singkawang tersebut.

Mencermati hal ini, memantik Ketua Forum Wartawan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (FW LSM) Sukahar SH, MH dan Penasehat Hukum organisasi ini, Sujanto SH angkat bicara, berdasarkan hasil pemantauan di lapangan pekerjaan jalan tani ini, tidak dicantumkan berapa panjang jalan yang akan di bangun. Selain itu menemukan adanya dugaan pengerjaan terkesan asal-asalan.

Pasalnya, terlihat sepanjang jalan mengeluarkan debu batu yang bermunculan timbul di permukaan jalan yang sangat dianggap tidak layak dari sebuah proyek yang dianggarkan dari dana PEN yang cukup fantastis.

“Saya selaku Ketua Forum Wartawan & LSM Kalbar Indonesia harus kritis terhadap pembangunan yang menggunakan uang rakyat yang di kelola oleh pemerintah. Salah satunya dana PEN yang dikelola oleh Pemkot Singkawang. Mengenai anggaran proyek jalan yang dibanderol sangat fantastis jumlahnya senilai Rp 6,9 miliar lebih, yang digunakan untuk membuat jalan rabat beton, ” ungkapnya.

Untuk itu Sukahar meminta aparat penegak hukum (APH) atau Kejaksaan Negeri Singkawang atau Kejati Kalbar maupun Polres Kota Singkawang bahkan Polda Kalbar untuk melakukan tindakan hukum terhadap pelaksanaan pekerjaan jalan rabat beton yang dianggarkan dari dana PEN tersebut.

“Nah, ada satu titik badan jalan yang baru dikerjakan pada proyek pembangunan jalan di Terminal Induk ambruk, papan beton patah saat mobil melintas. Ini bukti adanya dugaan pengerjaan terkesan asal-asalkan. Sebab, saat jalan yang dikerjakan tidak diperhatikan kualitas bahannya,” ucap pria yang dikenal cukup vokal ini.

Terpisah, Penasehat Hukum FW LSM Indonesia, Sujanto, S.H mengatakan penggunaan anggaran dana PEN oleh Pemkot Singkawang ini ada indikasi temuan kerugian negara dan dipergunakan tidak sesuai dengan peruntukannya.

Ia juga menekankan sosial kontrol sosial diperketat untuk mengawasi semua pekerjaan proyek jalan dan bangunan yang menggunakan dana PEN supaya mempersempit penyelewengan penggunaan anggaran dan supaya tidak ada celah terjadinya indikasi korupsi.

Ia juga menyayangkan adanya intimidasi terhadap wartawan. Kejadian itu pada tanggal 15 November 2021 lalu. Saat itu sejumlah awak media sedang melakukan peliputan dan investigasi, tiba-tiba didatangi oleh seseorang atau oknum yang mengaku sebagai pengawas lapangan proyek Terminal Induk tersebut dan mengancam wartawan dengan kalimat, “Awas kalian ya, jangan macam-macam.”

Hal ini sangat disesalkan, semestinya selaku pengawas lapangan lebih terbuka dan dapat memberikan informasi.

Sujanto mengecam keras sikap arogansi dan perbuatan tidak menyenangkan yang di lakukan oleh oknum pengawas proyek tersebut.

Sejatinya kata Sujanto, jurnalis atau wartawan itu bekerja dijamin dan dilindungi oleh Undang-undang (UU) Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, dan UU Nomor 14 tahun 2018 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

“Karena itu, semua narasumber termasuk direktur, kita minta dia menghormati Undang-undang. Di negara kita ini ada aturan main. Kita (wartawan) bekerja dilindungi Undang-undang,” tegasnya, Rabu (17/11 2021).

Menurut Sujanto, dalam menjalankan profesi, jurnalis berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Dimana, ada hak tolak berupa embargo bisa digunakan narasumber jika saat dikonfirmasi, belum bisa memberikan jawaban yang tepat.

“Saat dikonfirmasi, tapi tak punya jawaban, narasumber menyampaikan embargo itu. Tapi kalau marah dan memaki wartawan, serta mengancam keselamatan jiwa itu bertentangan dengan Undang-undang yang berlaku,”katanya.

Ditegaskan, dalam aturan hukum yang mengatur pers, juga terdapat sanksi pidana bagi pihak tertentu yang menghalang-halangi tugas jurnalis dalam memperoleh informasi.

“Saya mengecam keras terhadap perilaku oknum pengawas proyek yang arogan seperti itu. Itu masuk kategori tindak kekerasan terhadap jurnalis,“ucapnya.

Dia pun menjelaskan tentang UU Nomor 40 tentang Pers, Pasal 18 Ayat 1, yang menjelaskan tentang ancaman pidana 2 tahun penjara dan denda maksimal Rp 500 juta, jika menghalangi kerja jurnalis.

Kerja jurnalistik seperti hak untuk mencari, menerima, mengelola, dan menyampaikan informasi, dijamin secara tegas dalam Pasal 4 ayat (3) UU RI No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Terutama terkait peliputan yang menyangkut kepentingan umum sebagai bentuk kontrol publik,”ucap Sujanto, S.H.

Hingga berita ini ditayangkan, pihak kontraktor pelaksana PT. Anugerah dan instansi terkait dengan proyek tersebut di Kota Singkawang belum dapat diminta keterangan dan konfirmasinya.