Mengenal Jusuf Hamka yang Berani Gugat Hary Tanoe 119 Triliun

FOTO : Ai yang diolah dari foto aslinya saat Jusuf Hamka muda dimuallafkan oleh Buya Hamka [ ist ]

Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]

ORANG kaya nginjak-nginjak orang miskin, biasa. Orang kaya model gini cukup banyak berkeliaran. Nah, bagaimana jika orang tajir menggugat orang tajir juga. Pasti seru, dong.

Dialah Jusuf Hamka, si tajir melintir sudah melayangkan gugatan ke konglomerat media, Hary Tanoe. Saya pikir, Jusuf Hamka cukup berani, dan mari kita kenalan dengan beliau.

Nama lengkapnya, H. Mohammad Jusuf Hamka alias Babah Alun. Ia menggugat Raja Media Asia Tenggara, Hary Tanoe, senilai Rp 119 triliun. Itu setara kalau semua warga Indonesia masing-masing dikasih lima juta, lalu masih ada sisa buat beli tol baru Depok–Antasari versi pribadi.

Jusuf Hamka ini bukan pengusaha yang lahir kemarin sore. Pria kelahiran Sawah Besar, Jakarta Pusat, 5 Desember 1957. Dulunya ia bernama Jauw A Loen (Alun Joseph). Tahun 1981, beliau memeluk Islam dibimbing langsung Buya Hamka (alfatehah buat almarhum).

Bahkan, ia diangkat sebagai anak oleh Buya Hamka dan Nelly Adam Malik. Kalau di film Marvel, ini semacam origin story yang membuat karakter ini bukan cuma tajir, tapi juga punya dimensi spiritual.

Pendidikan? Beliau sempat kuliah di empat universitas, yakni Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Business Administration di Columbia College Vancouver, dan Administrasi Negara di Universitas Jayabaya. Menariknya, tidak satu pun diselesaikan. Kenapa? Karena mungkin beliau sadar, “Ngapain ngincer ijazah kalau bisa ngincer tender tol?”

Kariernya gila-gilaan. Pemegang saham mayoritas PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), penguasa aspal-aspal mahal di negeri ini. Proyeknya? Tol Ir. Wiyoto Wiyono, Tol Pelabuhan, Tol Depok–Antasari, Tol Bogor Outer Ring Road, Tol Soreang–Pasir Koja, Tol Waru–Juanda, Tol Cileunyi–Sumedang–Dawuan. Kalau mau, dia bisa bikin tol dari rumah Anda ke warung Indomie terdekat. Politik juga pernah disinggungnya. Ia pernah menjadi bendahara Tim Kampanye Nasional Jokowi–Ma’ruf Amin, staf khusus di Kementerian Sosial.

Tapi yang bikin Babah Alun unik bukan cuma duitnya. Dia ini punya hati selembut nasi kuning Rp3.000 yang dibagikannya buat kaum dhuafa. Motto hidupnya jelas, dermawan itu wajib, tapi tajir itu sunnah yang sangat dianjurkan. Jangan heran, walaupun punya aset segunung, beliau masih punya mental street fighter ketika merasa ada yang nggak beres.

Masuklah ke bab “Drama NCD 1999”. Waktu itu CMNP punya NCD senilai 28 juta dolar AS dari Unibank. Terima 17,4 juta dolar AS dulu, sisanya janji dibayar 2002. Eh, 29 Oktober 2001 Unibank bubar. End game. CMNP sudah gugat sana-sini sejak 2004, sudah sampai kasasi 2013, semua pintu hukum ditutup.

Tapi di tahun 2025, Babah Alun muncul lagi. Dia tidak peduli ini kasus 26 tahun lalu, tidak peduli sudah ada SP3, tidak peduli pihak lawan punya pasukan pengacara setara The Avengers versi hukum. Dia maju lagi menggugat Hary Tanoe, PT MNC Asia Holding Tbk (BHIT), Tito Sulistio, dan Teddy Kharsadi. Nilainya? Rp 103 triliun materiil + Rp 16 triliun imateriil.

Pihak Hary Tanoe membalas lewat Christophorus Taufik yang bilang ini sudah kadaluarsa, dan Hotman Paris yang menegaskan “salah sasaran.” Tapi Babah Alun seperti berkata, “Biarin. Kadaluarsa itu urusan kalender, keberanian itu urusan hati.”

Di sinilah kepribadian pria yang ingin membangun 1.000 masjid ini terlihat. Dia bukan cuma pengusaha tol, dia pengusaha bernyali. Dia membuktikan, uang dan keberanian itu kombinasi berbahaya. Rakyat biasa mungkin mikir dua kali sebelum nyolek singa, tapi dia? Dia nyolek, sekalian ngajak catur. Karena di dunia orang tajir, melawan raksasa bukan bunuh diri, itu olahraga.

Kalau nanti dia kalah? Dia tetap bangun pagi, saalat Subuh, sarapan, dan cek laporan tol. Kalau menang? Ya tinggal tambah koleksi tol baru, sambil mungkin bikin satu jalan khusus bernama “Jalur Rp 119 Triliun” biar sejarah ini tidak dilupakan.

#camanewak
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

Share This Article
Exit mobile version