POTO : Herry Wirawan saat dikawal petugas (Ist)
Tim liputan – radarkalbar. com
BANDUNG – Herry Wirawan (36), pengasuh sebuah pondok pesantren, didakwa memperkosa 13 santriwati di bawah umur. Kemudian dari pemerkosaan itu telah lahir setidaknya 9 anak, divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung, dengan hukuman seumur hidup, pada Selasa (15/2/2022).
Ketua Majelis Hakim Yohanes Purnomo Suryo sempat membacakan uraian keterangan kesaksian para korban, sebelum akhirnya menetapkan vonis.
Majelis yakin, Herry Wirawan terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah telah memperkosa 13 anak didiknya secara berulang-ulang, bahkan beberapa di antaranya sampai melahirkan.
Atas putusan ini, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) yang dipimpin Kajati Jabar Asep N Mulyana, menyatakan pikir-pikir untuk banding atau menerima vonis Itu.
Pada sidang sebelumnya, jaksa menuntut pengadilan menghujum mati Herry dan mengebirinya.
Tuntutan itu dibacakan jaksa dalam sidang Selasa (11/1/2022), yaitu, hukuman mati, hukuman pidana tambahan pengumuman identitas dan kebiri kimia.
Kemudian, hukuman denda Rp 500 juta dan restitusi kepada korban Rp 331 juta, dan pembubaran yayasan pesantren termasuk Madani Boarding School.
Tuntutan kelima adalah, penyitaan aset dan barang bukti untuk dilelang. Namun dalam sidang ini, majelis memvonis hukuman seumur hidup bagi Herry.
Herry Wirawan diadili atas dakwaaan memerkosa 13 anak didiknya. Sembilan di antaranya sampai hamil dan melahirkan.
Belakangan terungkap, korban pemaksaan hasrat seksual sang guru itu bukan hanya 13, melainkan 21 anak perempuan. Usia mereka antara 13-18 tahun, dari 35 santriwati.
Herry sudah divonis penjara seumur hidup. Ia terbukti telah ‘memangsa’ 13 santriwati, 9 di antaranya sudah melahirkan anak, dan dua lainnya sedang mengandung.
Perilaku bejat sang pemangsa anak ini berlangsung sejak 2016 namun baru terungkap ke publik pada 2021.
Herry memperkosa santriwati di tempat yang berbeda seperti Yayasan Tahfidz Madani Komplek Yayasan Margasatwa Cibiru, Yayasan Komplek Sinergi Jalan Nyaman Anatapani.
Ia juga melakukannya di sebuah apartemen sewaan di kawasan Soekarno-Hatta Bandung, Yayasan Komplek Sinergi Jalan Nyaman Anatapani, hingga di sejumlah hotel.
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut, Diah Kurniasari mengatakan, dari informasi yang diterimanya, jumlah korban mencapai 21 orang.
Dari 21 orang tersebut, 11 orang korban berasal dari dua kecamatan di Kabupaten Garut.
“Mereka yang dipergauli itu umur 13-an. Ya, mulai mesantren rata-rata kan ada yang 2 atau 3 tahun, itu. Nah itu bukan hanya orang Garut, ada orang Cimahi, Bandung. Semuanya sebenarnya ada 21 lah, gitu seperti itu,” ujarnya, Jumat (10/12/2021).
Selain itu, kata Diah, seluruh korban yang hamil saat ini sudah melahirkan. Terakhir yang melahirkan adalah korban yang berusia 14 tahun di bulan November.
Menurut Diah, dari 11 korban, 8 anak dilahirkan. Semua dari Garut. Malah satu orang korban sampai punya dua anak.
“Jadi, kan di-TV, saya melihat dua sedang hamil. Tidak! Sekarang semua sudah melahirkan. Semua bayi ada di ibu mereka masing-masing,” katanya.
Diah mengatakan, pihaknya sempat menawarkan jika korban tidak sanggup merawat bayi tersebut, akan dibantu oleh P2TP2A Garut.
Tapi mereka akhirnya pihak keluarga menyatakan tetap akan merawat bayi itu. “Ya, bisa disebut cucu-lah,” katanya.
Hal mengejutkan pun diungkap oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Aksi bejat itu telah berlangsung sejak 2016 hingga 2021.
“Fakta persidangan mengungkap bahwa anak-anak yang dilahirkan oleh para korban diakui sebagai anak yatim piatu dan dijadikan alat oleh pelaku untuk meminta dana kepada sejumlah pihak,” kata pihak LPSK.
Karena itu pihak LPSK meminta Polda Jabar mengungkap dan menelusuri aliran dana yang dipakai Herry Wirawan serta dugaan penyalahgunaan dana bantuan. (*/Siberindo.co)