Yayat : Terkait Kasus SPBU Sintang, Hukum Harus Ditegakkan Secara Berkeadilan

POTO : PLang nomor register SPBU (Ist).

radarkalbar. com, SEKADAU-Penanganan dugaan pemerasan oknum wartawan ER, P dan HM oleh Polres Sintang atas laporan Abraham Siahaya, pemilik Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) 64-786-16 di Jalan Lintas Melawi-Sintang, hendaknya dilakukan secara komprehensif, tidak berat sebelah, harusnya ada pengungkapan modus operandi penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM).

“Jika terpenuhi unsur pemerasan, kami dukung penyidikannya, jangan lupa akar masalah utamanya juga harus diusut tuntas. Kami akan mengirimkan tim investigasi khusus untuk mencari temuan baru terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan SPBU tersebut,” ungkap Yayat Darmawi, Ketua Umum Presidium Forum Wartawan dan LSM (FW-LSM) Kalimantan Barat kepada sejumlah media, Kamis (11/2/2021) lewat pesan singkatnya.

Sebelumnya, tim investigasi FW-LSM sudah mendapatkan informasi awal tentang dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pemiklik SPBU tersebut, sekaligus menyelidiki kemungkinan keterlibatan oknum aparat penegak hukum.

“Bukan hal baru, dugaan ada oknum aparat yang bermain minyak di Kabupaten Sintang.
Kami sudah tahu bahkan sudah memegang identitas yang terlibat dalam mafia migas di Kabupaten Sintang,” tegasnya.

Pihaknya kata Yayat, sudah meminta pihak Pertamina Pusat maupun Region VI Kalbar untuk selalu mengawasi kegiatan SPBU milik Pertamina. Dan SPBU mitra mereka, apabila ada pelanggaran fatal yang berkaitan dengan mafia migas. Berikan sanksi tegas.

“Jangan takut untuk memberikan sanksi tegas,” pintanya.

Yayat menuding, diduga telah ada aksi pembiaran atas penyalahgunaan BBM bersubsidi, di SPBU tersebut, bahkan mekanisme penjualan juga di duga ada melanggar UU Migas.

Tim investigasi FW-LSM Kalbar memperoleh informasi adanya, tiga orang oknum aparat yang mengendalikan hampir semua SPBU di Kabupaten Sintang.

“Setorannya lumayan besar perbulannya dari setiap pengelola SPBU yang ada di wilayah Kabupaten Sintang yang jumlahnya belasan SPBU.  Kami juga memperdalam kemungkinan adanya penyaluran BBM untuk kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (Peti) dan untuk alat berat,” kata Yayat.

Padahal dalam Pasal 18 ayat (2) dan (3) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak berbunyi, Badan Usaha dan atau masyarakat dilarang melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan serta penggunaan Jenis BBM Tertentu yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan Usaha dan/atau masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Yang dimaksud sebagai jenis BBM tertentu sendiri adalah bahan bakar yang berasal dan atau diolah dari minyak bumi dan atau bahan bakar yang berasal dan atau diolah dari minyak bumi yang telah dicampurkan dengan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain dengan jenis, standar dan mutu (spesifikasi), harga, volume, dan konsumen tertentu dan diberikan subsidi. Lebih spesifik lagi, jenis BBM tertentu seperti minyak solar (gas oil),” ujarnya.

Dalam Perpres 191/2014 dan perubahannya secara spesifik melarang penimbunan dan atau penyimpanan minyak tanah (kerosene) dan minyak solar (gas oil). Di sisi lain, Pasal 53 jo. Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengatur bahwa:

Setiap orang yang melakukan Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);

Tentang Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah). Tentang Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah);

Tentang Niaga maupun usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah). “Berdasarkan uraian tersebut, pembeli BBM dengan jeriken dengan jumlah banyak dapat diduga melakukan penyimpanan tanpa izin, sehingga dapat dipidana berdasarkan Pasal 53 huruf c UU 22/2001 di atas, ” papar Yayat.

“Jika unsur kesengajaan pada pasal di atas terpenuhi, maka pihak SPBU dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana pembantuan. Mereka dapat dianggap membantu orang lain melakukan penimbunan dan atau penyimpanan BBM yang melanggar hukum,” jelasnya.

 

 

 

 

 

 

 

Pewarta/editor : Sutarjo.