Sibuk Membuat Orang Tertarik

Oleh : Dr. Rosadi Jamani, Ketua Satupena Kalimantan Barat

SEORANG caleg bercerita, ia pernah nyumbang 70 peguin (bak air) di sebuah desa. Harapannya dengan nyumbang itu, warga memilihnya.

Begitu suara diumumkan, ia hanya dapat dua suara saja di desa itu. Lalu, kemana 68 suara warga yang telah menerima sumbangan itu? Apakah memilih caleg lain? Atau, karena ngasihnya tak ikhlas? Atau, karena ada caleg lain “nimpak” (beri sumbangan lebih besar)? Atau, mengamalkan “ambil uangnya jangan pilih orangnya”? Ada banyak alasan pemilih tidak memilih caleg yang memberikan sumbangan.

Dari cerita caleg itu, saya nak mengenang motivator kelas dunia. Namanya, Dale Carnegie. Bagi yang suka baca buku pasti ketemu jejak almarhum yang lahir 24 November 1888. Sudah cukup lama.

Pria kelahiran Maryville Missouri Amerika Serikat dikenal juga seorang penulis. Salah satu buku terkenalnya, “How to Win Friends and Influence People” Apa quote terkenalnya?

“Anda bisa membuat lebih banyak teman dalam dua bulan dengan menjadi tertarik pada orang lain. Dari pada dalam dua tahun dengan mencoba membuat orang lain tertarik pada Anda.”

Sekarang kita lihat fenomena jelang pencoblosan 14 Februari 2024. Hampir semua caleg menerapkan apa yang dikatakan Carnegie, bagaimana membuat orang lain tertarik. Cara paling efektif, pancarkan sifat empati.

Bahasa sederhananya, jadilah orang yang tiba-tiba peduli. Peduli pada orang miskin, peduli jalan hancur, peduli masjid rusak, peduli anak putus sekolah, bila perlu orang putus bercinta pun ikut peduli. Mulai nak merampot (ngawur) ni, hehehe.

Kata Carnegie, dalam dua bulan lebih baik perbanyak peduli sama orang, dari pada dalam dua tahu berusah payah membuat orang lain peduli sama kita. Caleg sedang menerapkan motivasi Carnegie ini. Perbanyak peduli sama orang lain lebih baik dari pada sibuk membuat orang lain peduli sama diri sendiri.

Harus diakui, cara membuat orang lain tertarik, nyumbang duit, ngajak makan, nyumbang aspal, semen, alat pertanian, pupuk, benih, peguin, alat qasidah, dsb.

Tangannya selalu memberi, bukan menadah. Orang yang suka nyumbang, ada kemungkinan terpilih. Sebaliknya, yang hanya jualan liur, ngecap, obral janji doang, yakinlah tidak akan terpilih. Ini teori dasar kampanye.

Di balik semua itu lebih njelimet. Sebab, karakter setiap pemilih berbeda-beda. Di sini diperlukan seni merebut simpati lebih jitu lagi. Gimana caranya? Nyumbang dulu, habis itu baru diajari caranya. Macam pernah nyaleg saja.

Benar, bukan hanya sekadar nyumbang saja. Perlu taktik, strategi, sedikit campur licik. Suara lho jangan dikira utuh begitu saja saat di TPS. Kalau tidak dikawal, suara itu bisa berkurang saat sidang pleno KPU.

Caleg yang “bujor arus” kate budak Pontianak, sering pasrah ketika suaranya berkurang. Tak berdaya karena merasa sudah tak terpilih. Tak peduli lagi suaranya dimanipulasi caleg lain.

Apalagi cara manipulasinya secara sistematis. Ingat kasus KPU salah satu kabupaten di Kalbar, ketua dan dua anggotanya dipecat DKPP, karena memanipulasi suara.

Caleg yang pesan suara malah terpilih untuk DPR RI, sementara tiga anggota KPU nya dipecat. Baru tahu curang setelah sidang DKPP, tapi sidang sengketa Pemilu sudah ditutup.

Sangat licik. Jadi, permainan merebut simpati, bukan sekadar obral sumbangan wak, tapi juga pintar mengawal suara tetap utuh dari hulu sampai ke hilir.

Lalu hanyut cerita caleg pula. Bagaimana dengan capres. Kurang lebih sama. Permainan tidak sekadar obral sumbangan, tapi bagaimana cara memapulasi suara. Jangan heran bila ada ungkapan, “Berat mau menang, kita sudah dikalahkan KPU.”

Bayangkan, KPU sebagai penyelenggara sering dituduh demikian. Tidak ada asap kalau tidak ada api. Belum lagi adanya isu, aparat tidak netral, berusaha mendorong untuk memilih pasangan tertentu saja.

Ada beberapa video memperlihatkan itu. Contoh terbaru, ada video viral percakapan antara Dandim, Bupati, Kapolres, dan Kajari di salah satu kabupaten di Sumut.

Isi percakapannya mengarahkan kepala desa memilih salah satu capres saja. Imbalannya, tidak diperiksa. Bila ini benar, sungguh mengerikan Pilpres kali ini. Ngeri curangnya.

Makin ngelantur ya, efek belum ngopi. Baiklah wak, untuk menang segala cara dilakukan. Sepanjang tak kelihatan oleh Bawaslu, aparat hukum, boleh saja.

Etika politik memang sudah lama hilang. Hati nurani hanya pemanis, sejatinya di lapangan orang lebih senang dikasih duit.

#camanewak