Puluhan Warga Datangi Gedung DPRD Sekadau, Mereka Hanya Ingin Sungai Ntorap Mengalir Jernih, Ditunggu Action Pihak Terkait?

FOTO : Warga yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Peduli Air Sungai Ntorap saat mendatangi Kantor DPRD Sekadau, pada Jumat, 11 Juli 2025 [ doni]

Doni – radarkalbar.com

SEKADAU – Di tengah gerimis yang membasahi bumi Lawang Kuari (julukan Sekadau), sekitar 50 orang dari Aliansi Masyarakat Peduli Air Sungai Ntorap melangkah pasti menuju Gedung DPRD Kabupaten Sekadau, pada Jumat pagi (11/7/2025).

Mereka datang bukan untuk protes liar, apalagi gaduh. Namun, mereka datang membawa satu hal yang selama ini mereka jaga yakni air.

Air Sungai Ntorap yang selama puluhan tahun menjadi nadi kehidupan enam desa di hulu kini tak lagi jernih.

Mereka tidak lagi bisa langsung menimba, apalagi meminumnya tanpa rasa was-was.

Yang dulunya aliran bening, kini kadang keruh, kadang berbau, kadang berubah warna. Dan mereka curiga, ini bukan semata karena hujan.

Diketahui, terdapat enam desa di aliran Sungai Ntorap tersebut yakni Nanga Biaban, Sungai Sambang, Sunsong, Mondi, Cupang Gading, Nanga Menterap, hingga Boti semua berada di aliran Sungai Ntorap.

Sebelumnya, pada aliran sungai inilah anak-anak mandi, ibu-ibu mencuci, dan air disaring untuk dimasak. Tapi, saat ini, melihat kondisi air sungai demikian, mereka harus berpikir dua kali.

Pasalnya, diduga ada aktivitas penambangan emas ilegal (PETI) di hulu sungai tersebut, sehingga air berubah. Tidak hanya berubah wujud, tapi juga mengubah rasa aman, jika digunakan untuk mencuci dan mandi, apalagi jika dikomsumsi.

Maka, agenda hari itu di DPRD Sekadau bukan sekadar rapat dengar pendapat.

Tetapi menjadi panggung tempat rakyat menumpahkan kegelisahan mereka. Para wakil rakyat mendengar.

Wakil Ketua DPRD I, Handi Wakil Ketua II, Jeffray Raja Tugam, hingga perwakilan Pemkab dan Wakapolres Kompol Asep Mustofa hadir memberi ruang.

“Kami tak ingin sungai kami mati karena keserakahan,” ujar Matius, salah seorang anggota aliansi dengan suara bergetar.

Sempat ada perbedaan pendapat di ruang itu. Sebab, terdapat beberapa anggota dewan menyebut bahwasa air keruh bisa saja akibat hujan deras.

Akan tetapi, ada juga yang tegas menyuarakan agar ada tindakan. Paulus Subarno dari Hanura bahkan menyerukan dengan lantang.

“Tinggal buat kesepakatan, tiga hari cukup. Tidak ada lagi kerja emas,” tegansnya.

Tak hanya emosi yang mengalir, tapi juga harapan. Asisten II Setda Sekadau, Sandae, yang hadir mewakili Bupati, mengingatkan masalah ini bukan baru.

Sejak 2008, lokasi PETI berpindah-pindah. Ia mendukung forum ini diperkuat, agar Sungai Ntorap tak jadi korban selanjutnya.

Kompol Asep Mustofa juga menegaskan masalah PETI adalah isu nasional, bukan hanya Sekadau.

Namun ia menyentuh sisi yang lebih dalam edukasi.

“Kita harus sampaikan jangan rusak tanah untuk anak cucu kita nanti,” ucapnya.

Penindakan memang menjadi opsi terakhir. Tapi niat baik dari rakyat hari itu, menurutnya, pantas mendapat tempat di garda depan penegakan hukum dan pemulihan lingkungan.

Puluhan masyarakat yang datang ini, tidak membawa amarah. Bahkan, mereka hanya datang membawa suara air. Tentunya dengan harapan agar suara itu didengar.

DPRD saat itu dengan tegas menyatakan akan segera menyurati Bupati dan mengundang Forkopimda. Komisi I akan meninjau langsung ke hulu Sungai Ntorap, sementara Komisi II ke wilayah aktivitas PETI.

Jeffray Raja Tugam yang memimpin rapat pun menutup agenda dengan penghargaan tinggi pada massa yang hadir tertib dan damai.

“Terima kasih karena datang dengan kepala dingin. Ini contoh perlawanan yang elegan untuk alam,” ucapnya.

Kini, semua mata tertuju ke langkah selanjutnya. Apakah suara air akan kembali nyaring? Atau akan terus teredam oleh suara mesin dompeng?

Yang jelas, Sungai Ntorap telah bicara. Dan hari itu, ia tak bicara sendiri. [ red ].

Editor : SerY TayaN

Publisher : admin radarkalbar.co

Share This Article
Exit mobile version