Keringanan Berujung Jerat, Sekda Singkawang Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Rp 3,1 Miliar

FOTO : Mantan Pj Walikota Singkawang, Sumastro saat digiring petugas Kejari Singkawang sesaat akan dijebloskan ke Rutan

redaksi – radarkalbar.com

SINGKAWANG – Di balik debur ombak dan pesona wisata Taman Pasir Panjang, Singkawang, Kalbar sebuah cerita tentang kekuasaan, aset publik, dan kepentingan tersembunyi kini terkuak ke permukaan.

Lahan yang semestinya menjadi sumber pemasukan daerah itu kini menyeret pejabat teras Pemkot Singkawang ke pusaran hukum.

Mantan Penjabat (Pj) Kota Singkawang, yang saat ini menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) bernama Sumastro, resmi ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi, pada Rabu (10/7/2025), oleh Kejaksaan Negeri Singkawang.

Ia diduga menyalahgunakan wewenangnya dalam pemberian keringanan retribusi atas pemanfaatan tanah milik pemerintah di kawasan wisata tersebut.

Awalnya, retribusi yang harus dibayar PT Palapa Wahyu Group atas pemanfaatan lahan tersebut ditetapkan sebesar Rp 5,2 miliar.

Namun angka itu kemudian meluruh, usai Sekda dan pihak terkait memberikan keringanan hingga 60 persen. Bahkan denda administrasi pun dihapus.

Dari yang seharusnya jadi pendapatan daerah, hanya sekitar Rp 2 miliar yang masuk kas. Itupun dicicil Rp 17 juta per bulan hingga tahun 2031.

“Ini bukan semata soal angka. Ini adalah persoalan arah kebijakan yang abai terhadap akuntabilitas,” tegas Nur Handayani, Kepala Kejari Singkawang, saat konferensi pers.

Langkah ini tidak melalui mekanisme pelelangan terbuka sebagaimana diatur dalam peraturan. Tidak ada transparansi. Tidak ada kejelasan proses seleksi.

Hanya satu pihak satu perusahaan yang mendapat hak istimewa mengelola aset strategis kota tersebut.

Dikatakan, seorang Sekda, yang seharusnya menjadi penjaga tata kelola aset daerah, justru terlibat langsung dalam keputusan yang mengabaikan saran dari pusat, termasuk Kementerian Dalam Negeri dan Gubernur Kalbar.

Alih-alih melelang secara terbuka, ia justru memfasilitasi perusahaan tertentu untuk memanfaatkan aset daerah yang bernilai tinggi.

Tak hanya melanggar tata aturan, langkah tersebut menurut audit BPKP telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 3,1 miliar.

Diketahui, kasus ini bermula dari permohonan keberatan retribusi yang diajukan oleh PT Palapa Wahyu Group atas Surat Ketetapan Retribusi Daerah tertanggal 26 Juli 2021, senilai Rp5,2 miliar.

Lantas, permohonan itu dikabulkan melalui keputusan Walikota Singkawang, yang memberikan keringanan hingga 60 persen dan penghapusan denda administratif.

Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diketahui keringanan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Bahkan, proses kerja sama pemanfaatan aset daerah tidak melalui mekanisme tender sebagaimana diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2020 dan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016.

“Pengelolaan aset daerah dilakukan tanpa mengikuti hasil konsultasi dengan pemerintah pusat dan provinsi. Tindakan ini bertentangan dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi pengelolaan barang milik daerah,” ungkap Nur Handayani.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kajari menegaskan, proses penyidikan masih akan berlanjut dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus yang menyeret pejabat struktural ini.

Kisah ini menjadi peringatan, bahwa di balik dokumen keputusan dan surat perjanjian, selalu ada pertaruhan besar tentang keberpihakan.

Apakah pemerintah berdiri untuk publik atau tunduk pada kepentingan tertentu?

Kini, dengan ditahannya pejabat kunci itu, publik menanti lebih dari sekadar proses hukum. Mereka menuntut keadilan dan pemulihan tata kelola aset publik yang selama ini tak terlihat.

Bagi warga Singkawang, kawasan Taman Pasir Panjang bukan sekadar tempat wisata. Itu adalah simbol ekonomi, ruang usaha, dan bagian dari identitas kota.

Ketika pengelolaannya tidak terbuka dan hanya menguntungkan segelintir pihak, masyarakat kecil hanya jadi penonton. [ red ].

Editor/publisher : admin radarkalbar.com

Share This Article
Exit mobile version