Kucing Schrodinger dan Kucing Dalam Karung

Oleh : Dr. Rosadi Jamani, Ketua Satupena Kalimantan Barat

UNTUK apa berdebat kalau hanya mempermalukan atau membully lawan. Justru dengan berdebat, tahu mana yang berkualitas atau tidak.

“Kita ini memilih pemimpin negara, bukan memilih kucing dalam karung.” Sebuah perdebatan dalam WAG dosen. Ada yang merasa tak suka dengan debat. Ada juga suka. Kaum intelektual saja begitu, apalagi kaum awam.

Saya nak fokus masalah kucing. Bukan kucing garong atau kucing kepala hitam. Dalam dunia fisika kuantum, terkenal dengan Kucing Schrodinger.

Dalam dunia politik, Kucing Dalam Karung. Saya mau bahas dua kucing ini. Siapkan kopi marabuka, eh salah robusta terbaik ya.

Kucing Schrodinger adalah suatu eksperimen pikiran, terkadang digambarkan juga sebagai paradoks. Eksperimen ini dirancang fisikawan Austria, Erwin Schrodinger pada tahun 1935.

Dalam eksperimen ini, seekor kucing ditempatkan di dalam kotak tertutup bersama dengan sebotol racun. Botol racun tersebut dihubungkan dengan sebuah sumber radioaktif yang memiliki kemungkinan 50-50 tumpah dalam satu jam.

Jika sumber radioaktif tumpah, maka detektor mengaktifkan mekanisme yang akan memecahkan botol racun dan membunuh kucing tersebut. Padahal, belum tentu juga kucing itu mati. Dari mana bisa tahu kucing itu mati atau tidak. Dengan cara membuka kotaknya, lalu memeriksa kondisi kucing itu.

Setelah dilihat, baru tahu ternyata sudah tak bernyawa. Kita tahu karena mengamatinya setelah kotak dibuka.

Ketika kotak itu belum dibuka, kucing dalam kondisi superposisi. Bisa mati juga bisa hidup. Sangat susah memastikannya. Baru pasti saat dibuka kotaknya. Begitu ilustrasi sederhana superposisi dalam mekanika kuantum.

Dari eksprerimen inilah Kucing Schrodinger menjadi terkenal. Sampai di sini paham ya wak. Lanjut lagi seruput kopinya.

Berikutnya, Kucing Dalam Karung. Istilah ini sudah lama ada. Selalu muncul bila mau memilih pemimpin terutama presiden. “Jangan seperti memilih kucing dalam karung.” Apa maksudnya? Jangan memilih pemimpin secara sembarangan atau asal pilih.

Kucing di dalam karung itu kita tak tahu apakah sudah tua bangka, masih muda, kondisinya sehat atau sakit-sakitan, bulunya panjang atau rontok, kakinya apakah masih empat, warna bulunya apa, betina atau jantan.

Semua baru tahu ketika bungkus karungnya dibuka. Kuncinya dibuka dulu, amati, bila perlu dipegang, barulah tahu seperti apa kucing itu. Saya yakin paham ya istilah kucing dalam karung ini.

Sangat mirip dengan Kucing Schrodinger. Jangan-jangan Schrodinger pernah ke Pontianak mendengar istilah kucing dalam karung, hehehe.

Apa maknanya? Baik kucing Schrodinger maupun kucing dalam karung, akan jelas bila sudah dibuka kotak atau karungnya. Dilihat, diamati, dipelajari dengan saksama, dipegang wujudnya, barulah tahu seperti apa sosok kucing.

Begitulah maksudnya nenek moyang kita dalam memilih pemimpin. Jangan asal coblos. Pelajari dulu rekam jejaknya, dilihat kelakuannya, amati ucapan maupun tingkah lakunya, pikirkan segala visi dan misinya. Pasti ketemu pemimpin terbaik dari yang baik.

Jangan gara-gara 100 ribu atau 500 ribu dijadikan motif utama dalam memilih Capres. Itu sama saja Anda dengan kucing garong.

Bukan yang lagi membaca tulisan ini ya, itu Anda di grup sebelah.

#camanewak