Korupsi Layak Masuk Olimpiade

Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]

SEBUAH video amatir yang baru-baru ini viral memperlihatkan dua jaksa yang sedang dengan santainya mendorong tumpukan uang menggunakan troli.

Ya, ente tidak salah baca. Tumpukan uang! Pecahan seratus ribu dan lima puluh ribuan yang dikemas rapi dalam plastik, siap dipamerkan ke publik layaknya trofi kejuaraan sepak bola.

Total? Rp 61,3 miliar. Sejumlah uang yang kalau ditumpuk bisa bikin Monas Jilid 2 di Pontianak.

Uang ini, kabarnya, merupakan hasil sitaan dari kasus dugaan korupsi mantan Bupati Musi Rawas, Ridwan Mukti.

Pak Ridwan, Bupati periode 2005-2015, lagi asyik rebahan di rumah, main dengan cucu, eh malah jadi tersangka. Di masa tuanya, berharap hidup tenang di rumah, justru jadi penghuni hotel prodeo.

Ia diduga memainkan permainan monopoli versi dunia nyata. Pak Ridwan dan koleganya berhasil menguasai lahan negara untuk perkebunan kelapa sawit seluas 5.974,90 hektar.

Kurang lebih, itu luasnya setara dengan ribuan lapangan sepak bola. Atau, kalau mau lebih relatable, cukup untuk menampung satu desa yang penduduknya masih percaya kalau uang hasil korupsi bisa dibawa ke akhirat.

Modus operandi? Klasik! Penerbitan izin dan penguasaan lahan secara ilegal. Aktornya? Tak hanya Pak Ridwan, tapi juga beberapa pejabat dari Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Perizinan (BPMPTP) Kabupaten Musi Rawas, serta seorang kepala desa. Karena, tentu saja, korupsi tanpa kolaborasi itu ibarat makan nasi goreng tanpa kecap—tidak afdal!

Tak hanya menyita lahan sawit, kejaksaan juga berhasil mengamankan uang senilai Rp 61,3 miliar. Sungguh melegakan melihat uang rakyat akhirnya kembali, walaupun, ya, setelah melalui sistem sirkulasi ilegal terlebih dahulu. Seandainya ada aplikasi cashback untuk kasus korupsi, mungkin kita semua sudah dapat diskon pajak tahun depan.

Fenomena ini membuktikan satu hal, korupsi bukan hanya dominasi elite nasional, tapi juga sudah mengakar hingga ke level daerah. Bahkan, kalau ini lomba, bisa jadi kita sudah juara dunia! Mungkin ini saatnya kita mendaftarkan korupsi sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO.

Atau, sekalian saja dijadikan cabang olahraga baru di Olimpiade, karena nyatanya korupsi di negeri ini lebih kompetitif dari liga sepak bola kita sendiri.

Akhir kata, mari kita tepuk tangan untuk para atlet korupsi kita, yang tak kenal lelah mencari celah demi memperkaya diri sendiri! Karena di negeri ini, kejujuran hanya cocok untuk dijadikan nama anak, bukan prinsip hidup.

#camanewak