Paradoks Pemkab Mempawah : Prioritas Perbaikan Rumah Dinas atau Kesejahteraan Rakyat?

FOTO : Samadi [ ist ]

Oleh : Samadi [ Pemuda Mempawah/Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UNIRA Malang ]

GELOMBANG protes mahasiswa dan warga Mempawah hari ini menyampaikan sebuah pesan yang sangat jelas, ada sesuatu yang keliru dalam prioritas anggaran pemerintah daerah.

Keputusan Pemkab Mempawah mengalokasikan sekitar Rp 22 miliar untuk pembangunan atau renovasi rumah dinas bupati memunculkan tanda tanya besar di tengah masyarakat.

Pada saat yang sama, berbagai fasilitas publik yang jauh lebih mendesak, mulai dari jalan yang rusak hingga jembatan yang terancam ambruk, masih belum tersentuh perbaikan.

Ketimpangan inilah yang melahirkan kegelisahan, yang kemudian meledak menjadi protes terbuka.

Dalam konteks daerah yang masih menghadapi keterbatasan infrastruktur dasar, alokasi dana sebesar itu terasa tidak peka terhadap kebutuhan warga.

Memang benar bahwa fasilitas pejabat termasuk bagian dari kebutuhan organisasi pemerintahan. Namun, skala dan urgensi sebuah proyek tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosial masyarakat yang dilayani pemerintah.

Ketika rakyat masih harus berjuang melewati jalan berlubang, menunggu perbaikan jembatan, dan bertahan dengan fasilitas publik yang tidak memadai, keputusan mengutamakan pengembangan rumah dinas pejabat sulit dianggap selaras dengan semangat pelayanan publik.

Aksi mahasiswa yang turun ke jalan bukan sekadar ekspresi emosional, tetapi bentuk kritik yang lahir dari kesadaran kolektif. Mereka menyoroti jarak kian lebar antara kebutuhan rakyat dan prioritas pemerintah.

Ketika anggaran sebesar itu diarahkan pada fasilitas yang berorientasi pada kenyamanan elit, mahasiswa mengingatkan bahwa APBD bukan milik pribadi pejabat, melainkan amanah rakyat.

Gerakan ini menjadi alarm moral, sebuah penanda bahwa orientasi kebijakan harus kembali ke inti: memastikan setiap kebijakan berpihak pada kepentingan masyarakat luas.

Dalam teori tata kelola pemerintahan, keadilan anggaran atau budget justice menjadi salah satu pilar penting. Setiap rupiah yang dibelanjakan negara seharusnya membawa manfaat yang nyata dan merata, terutama bagi kelompok yang paling membutuhkan.

Dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi di Mempawah, sulit untuk membenarkan bahwa pembangunan rumah dinas bernilai miliaran rupiah ini selaras dengan prinsip keadilan anggaran. Masih banyak kebutuhan publik yang lebih mendesak dan memiliki dampak langsung terhadap kualitas hidup warga.

Jika pemerintah memilih mengabaikan kebutuhan-kebutuhan tersebut demi fasilitas pejabat, maka kebijakan tersebut berisiko mencederai rasa keadilan masyarakat.

Situasi ini sebenarnya dapat menjadi momentum refleksi bagi Pemkab Mempawah untuk meninjau kembali arah kebijakan anggarannya. Pemerintah perlu bertanya dengan jujur kepada diri sendiri : apakah keputusan tersebut sudah benar-benar mencerminkan aspirasi warga? Apakah publik dilibatkan secara layak dalam proses perencanaan? Transparansi anggaran menjadi sangat penting untuk meredakan kecurigaan masyarakat dan memulihkan kepercayaan publik.

Banyak daerah lain mengambil langkah korektif setelah melihat penolakan publik yang kuat terhadap proyek serupa. Tidak ada salahnya bagi Pemkab Mempawah menempuh jalan yang sama: membuka ruang dialog, mengevaluasi ulang prioritas, dan mempertimbangkan kembali manfaat proyek bagi masyarakat.

Pada akhirnya, prioritas pembangunan menggambarkan keberpihakan pemerintah. Apakah pemerintah berdiri bersama rakyat atau justru lebih mengutamakan kenyamanan pejabat akan tercermin jelas dari bagaimana alokasi anggaran disusun.

Polemik rumah dinas ini bukan hanya persoalan fisik bangunan, melainkan simbol bagaimana kekuasaan memaknai tanggung jawabnya. Masyarakat membutuhkan bukti nyata, bukan sekadar janji. Mereka ingin melihat bahwa setiap kebijakan yang diambil pemerintah berorientasi pada pelayanan dan kesejahteraan publik.

Keputusan Pemkab Mempawah terkait proyek rumah dinas akan menjadi catatan penting dalam perjalanan politik lokal. Ini bukan hanya tentang apakah rumah dinas itu dibangun atau tidak, tetapi tentang bagaimana pemerintah memperlakukan aspirasi rakyatnya.

Pemerintah yang baik bukan yang membangun gedung termegah, tetapi yang membangun kepercayaan, karena di situlah fondasi pemerintahan yang kuat dan bermartabat.

Share This Article
Exit mobile version