WHO ketok palu, kecanduan game masuk gangguan mental

Gaming disorder alias kecanduan gim video resmi ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai gangguan kesehatan mental, Sabtu (25/5). Sementara itu, Indonesia jadi tuan rumah final kompetisi gim daring PUBG se-Asia Tenggara.

Definisi gaming disorder menurut WHO adalah,

“Pola perilaku main gim yang ditandai dengan gangguan kontrol terhadap permainan, peningkatan prioritas yang diberikan untuk gim di atas minat lain dan kegiatan sehari-hari, dan kelanjutan bermain gim dengan mengesampingkan konsekuensi negatifnya.”

Konsekuensi negatif yang dimaksud termasuk penurunan signifikan dalam hal fungsi pribadi, keluarga, sosial, pendidikan, pekerjaan atau hal penting lain.

Setelah periode pertimbangan mulai Juni 2018, 194 anggota WHO memutuskan untuk memberlakukan revisi proposal International Classification of Diseases ke-11 (ICD-11), pada World Health Assembly yang dihelat (25/5).

WHO menambahkan gaming disorder ke dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems. Seperti dijelaskan dalam definisi di atas, ini merujuk pada gangguan bermain sebagai semacam kecanduan, atau “pola perilaku main gim yang terus-menerus atau berulang (‘gim digital’ atau ‘main gim video’), bisa secara online maupun offline.

Sejumlah langkah akan dilakukan untuk memberlakukan perubahan ini pada 1 Januari 2022.

Seseorang bisa didiagnosis menderita gaming disorder apabila, “Pola perilaku harus cukup parah sehingga mengakibatkan penurunan signifikan dalam fungsi pribadi, keluarga, sosial, pendidikan, pekerjaan atau fungsi penting lain, dan biasanya akan terbukti setidaknya selama 12 bulan.”

WHO sudah mengimbau agar para pemain gim lebih waspada terhadap waktu yang mereka habiskan untuk main gim, terutama jika gim telah mengambil alih aktivitas lain sehari-hari.

Bagaimanapun, pada dasarnya main gim video tidak selalu buruk. Ini hanya menjadi masalah ketika kesehatan fisik, psikologis, dan fungsi sosial terganggu.

Pihak produsen gim khawatir soal klasifikasi baru ini. Mereka menilai hal ini bukan sesuatu yang urgen.

“Industri video gim global termasuk representatif dari Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Australia, New Zealand, Korea Selatan, Afrika Selatan, dan Brasil meminta negara-negara anggota WHO mengulas kembali keputusannya untuk memasukkan gaming disorder ke dalam ICD-11,” tulis Stanley Pierre-Louis, CEO Entertainment Software Association (ESA) dalam pernyataan resmi.

Para pelaku industri. gim menilai, pengklasifikasian kecanduan gim sebagai gangguan kesehatan mental juga bisa memicu munculnya larangan gim video di penjuru dunia. Mereka juga merasa hal ini bisa mengambinghitamkan gim video. Padahal permainan canggih ini juga punya manfaat positif.

“WHO adalah organisasi terhormat, panduannya harus didasarkan pada tinjauan reguler, inklusif, dan transparan yang didukung oleh para ahli independen. ‘Gaming disorder’ tidak didasarkan pada bukti yang cukup kuat untuk membenarkan inklusi di salah satu alat penetapan norma WHO yang paling penting,” tandas Pierre-Louis.

Dari sisi medis, seorang dokter asal AS, John Jiao juga menyuarakan ketidaksetujuannya akan keputusan WHO. Ia memberikan logika sederhana. “Jika Anda minum satu gelas wine setiap malam, bukan berarti Anda pencandu alkohol,” tuturnya.

Kata Jiao, ada orang-orang yang menjadikan gim sebagai profesi. Namun, bukan berarti mereka mengabaikan kehidupan sosial dan kesejahteraan diri.

Untuk itu, semestinya WHO menambahkan kata “abuse” ke dalam definisi gangguan kesehatan mental itu. Akan lebih sesuai jika sebutannya “gaming abuse disorder”.

WHO menyatakan, keputusan mereka dibuat berdasarkan bukti yang ada saat ini terkait perilaku negatif bermain gim. Para ahli dari berbagai disiplin bidang telah dilibatkan dalam konsultasi sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan.

Dengan mendefinisikan gaming disorder, WHO mengantisipasi bahwa penyedia layanan kesehatan di seluruh dunia akan bisa mengenali dan mengobati orang yang menderita masalah tersebut dengan lebih baik.

Di Tanah Air, genre gim yang paling populer adalah yang bertemakan olahraga. Genre sports menguasai 10,06 persen pasar, disusul First Person Shooter/Action dan Vehicle Racing (balap) yang masing-masing memiliki angka 9,79 persen dan 9,23 persen.

Salah satu gim yang sedang naik daun adalah PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG). “Kami sudah mencapai 100 juta pemain aktif dan Indonesia berada di peringkat kedua,” kata Marketing Director of SEA PUBG Mobile Oliver Ye di Jakarta, Jumat (24/5).

Dalam gim tersebut, PUBG Mobile juga memperkenalkan budaya Indonesia lewat berbagai aksesoris dan fitur bernuansa Indonesia. Misal, topeng ondel-ondel, kaos barong, dan kemeja batik yang dikenakan tokoh pemain saat tempur.

Bahkan, Indonesia terpilih menjadi tuan rumah final PUBG Mobile Club Open (PMCO) 2019 Asia Tenggara. Pemilihan Indonesia, kata Ye tak lepas dari banyaknya pemain PUBG aktif asal tanah air.

Babak Grand Final PMCO 2019 akan digelar di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang pada 22-23 Juni 2019.

sumber : beritagar.id