JarNas Anti TPPO : Anak Bangsa Masih Dipandang Komoditas Bagi Pelaku Perdagangan Orang

FOTO : Ketua Umum Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (JarNas Anti TPPO), Rahayu Saraswati Djojohadikusumo [ist]

Tim redaksi – radarkalbar.com

BATAM – Indonesia masih menjadi sarang perdagangan orang, hingga saat ini kasus-kasus masih merajalela. Kemudian, anak bangsa masih terus menjadi korban serta dipandang sebagai komoditas oleh sindikat perdagangan orang.

Fakta miris tersebut diutarakan Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Ketua Umum Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (JarNas Anti TPPO), dalam Rapat Nasional JarNas Anti TPPO yang berlangsung di Batam, Kepulauan Riau.

Acara ini dihadiri oleh 39 organisasi dan individu aktivis dari seluruh Indonesia, yang aktif bekerja melawan perdagangan orang melalui berbagai kegiatan, seperti pendampingan hukum, advokasi kebijakan, pemulihan dan pemulangan korban, reintegrasi sosial, serta penyediaan rumah aman bagi korban TPPO di Indonesia.

Dalam pertemuan kali ini, JarNas menyepakati beberapa hal penting.

Pertama, JarNas akan menjadi organisasi berbadan hukum guna memperkuat perjuangan melawan perdagangan orang.

Kedua, pemilihan struktur kepengurusan baru untuk periode berikutnya.

Ketiga, penyusunan strategi program kerja, termasuk pembuatan rekomendasi bagi semua pemangku kepentingan dan draft revisi UU No. 21 Tahun 2007 tentang TPPO.

Romo Christanctus Paschalis Saturnus dari KKPPMP Keuskupan Pangkalpinang terpilih sebagai Ketua Harian, mendampingi Rahayu Saraswati. Winda Winowatan dari Yayasan Kasih Yang Utama (YKYU) terpilih sebagai Sekretaris, sementara Dharma Asthi dari Dark Bali sebagai Bendahara.

“PR kita ke depan masih banyak,” lanjut Sara, yang juga terpilih sebagai Anggota DPR RI untuk periode 2024-2029,” ujarnya.

Ia menekankan perlunya sikap tegas dari pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan tidak ada ruang bagi pelaku perdagangan orang di Indonesia.

Selain itu, dibutuhkan juga lapangan pekerjaan yang layak untuk mengurangi kerentanan masyarakat terhadap penipuan dan iming-iming pekerjaan palsu (scamming).

“Kita juga perlu keberpihakan aparat penegak hukum terhadap korban dan pemberian kepastian hukum serta keadilan dengan memastikan hukum ditegakkan terhadap pelaku,” tambahnya.

Sara juga menyoroti bahwa Batam, Bali, Surabaya, Manado, Jakarta, bahkan Papua, menjadi sentra perdagangan orang. Banyak dari daerah tersebut menjadi sumber, transit, dan destinasi perdagangan orang, khususnya eksploitasi seksual.

Ia juga mengingatkan persoalan Pekerja Migran Indonesia di sektor informal yang seringkali menjadi PMI non-prosedural dan rentan terhadap TPPO.

Romo Paschal, sebagai Ketua Harian yang baru, menambahkan bahwa JarNas Anti TPPO siap berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam rangka perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban perdagangan orang.

JarNas Anti TPPO didirikan pada Desember 2018 dan awalnya beranggotakan kurang dari 30 organisasi dan individu.

Saat ini, keanggotaan telah berkembang menjadi 41 organisasi dan individu yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. (r*)